Hamdani SETIA WS
Laporan PPL di Mahkamah Syar'iyah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada
Allah SWT, yang telah mencurahkan segala niat dan rahmat-Nya serta ilmu kepada
kita dalam rangka melaksanakan segala aktifitas untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada-Nya. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW beserta para sahabat dan keluarganya.
Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa, penulis telah dapat menyelesaikan sebuah
laporan on job training yang dilaksanakan di Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa
yang dimulai pada tanggal 07 Juli 2011 sampai tanggal 20 Agustus 2011.
Terima kasih penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, terutama sekali
kepada keluarga tercinta, teman-teman seperkuliahan, dosen-dosen STAIN Zawiyah
Cot Kala Langsa, bapak Sulaiman Nur selaku Datok Kampong Paya Baru beserta
semua perangkat kampong paya baru, semoga Allah SWT membalas segala amal baik
mereka dengan balasan yang setimpal.
Akhirnya penulis berharap kritikan, sumbangan pikiran serta saran dari pembaca
demi kesempurnaan proposal ini agar berguna bagi dunia pendidikan.
Langsa, 20 Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
B. Ruang
Lingkup
C. Tujuan dan
Manfaat
BAB II
Pembekalan
A. Materi Pembekalan
B. Analisa Materi Pembekalan
BAB III
Pengamatan
A. Lapangan (tempat) Parktik Pangalaman Lapangan
1. Nama Instansi, Alamat dan Sejarah
Berdirinya
2. Visi dan Misi
3. Struktur Organisasi
4. Tugas dan Wewenang Mahkamah Syar’iyah Langsa
5. Kepaniteraan / Kesekretariatan
B. Hasil Pengamatan Prodi Ahwal
Asy-syakhsiyah di Mahkamah Syar’iyah
1. Pengamatan tentang
Proses Pendaftaran Perkara
2. Pengamatan tentang Tata Cara Pembuatan Berita Acara Persidangan
3 . Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Gugatan
4. Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Putusan
5. Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan
BAB IV
ANALISA
1. Pengamatan tentang
Proses Pendaftaran Perkara
2. Pengamatan tentang Tata Cara Pembuatan Berita Acara Persidangan
3 . Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Gugatan
4. Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Putusan
5. Pengamatan tentang Tata Cara Proses
Persidangan
BAB
V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
On Job Training yang isingkat dengan OJT adalah kegiatan akademik yang
dilaksanakan oleh mahasiswa dalam jangka waktu dan alokasi tertentu yang
diteteapkan dengan prinsi belajar berkelanjutan yang memberikan makna langsung
kepada mahasiswa.
Hal ini berdasarkan dasar pemikiran :
1.
Keputusan Menteri Agama RI No,. 383
tahun 1997 tentang kurikulum IAIN/STAIN.
2.
On Job Training merupakan kegiatan
akademik terstruktur tetai dilakukan diluar kelas.
3.
Pendidikan On Job Training (OJT) di
STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa bersifat Akademik, bukan professional/ketrampilan
murni.
Dengan adanya On Job Training
mahasiswa dapat secara langsung melihat sendiri praktek dilapangan baik itu
memberikan pengalaman praktis pada Mahasiswa tentang proses peradilan dari
mulai penerimaan, pemeriksaan dan penyelesaiaan perkara. Serta memberikan bekal
keterampilan bagi Mahasiswa dalam permuatan kelengkapan administrasi peradilan
dan seluruh kelengkapan ligitasi yang berhubungan dengan perkara-perkara yang
diajukan ke Mahkamah Syar’iyah Langsa. Dan dapat membandingkannya dengan teori
yang pernah didapatkan dibangku perkuliahan sebelumnya.
B. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup On Job Training (OJT) mencakup 2 bidang, yaitu:
1.
Melaksanakan kegiatan professional
dilapangan tentang proses peradilan mulai dari penerimaan dan pendaftaran
perkara, pemeriksaan, dan penyelesaian yang merupakan implementasi dari teori
yang didapatkan di kampus.
2.
Melaksanakan administrasi peradilan
dan seluruh kelengkapan ligitasi yang berhubungan dengan perkara-perkara yang
diajukan di Mahkamah Syar’iyah Langsa.
C. Tujuan
1.
Melatih mahasiswa untuk menangani dan memecahkan berbagai problem profesi
bidang akademik yang ditekuni.
2.
Membangkitkan rasa memiliki dan meningkatkan penghayatan terhadap
lembaga-lembaga profesi dan instansi terkait.
3.
Meningkatkan kualitas calon tenaga professional di bidang hukum islam,
professional dan keilmuan.
4.
Mengembangkan wawasan dan ketrampilan tentang bidang profesi hukum islam,
keilmuwan dan penelitian.
BAB II
PEMBEKALAN
A.
Materi Pembekalan
Pada hari jum’at tanggal 08 April
2011 jam 09.30-11.00 WIB, Pembukaan On Job Training dan dinyatakan sah oleh
Ketua STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yakni Bapak DR.H.Zulkarnaini, MA. Beliau
membuka acara pembukaan tersebut sekaligus mengesahkan kegiatan On Job Training
serta memberikan beberapa materi tentang kebijakan pimpinan STAIN Zawiyah Cot
Kala Langsa tentang PPL pada jurusan syari’ah. Beliau menjelaskan bahwa, setiap
mahasiswa harus menjaga hubungan koordinasi dan korelasi dengan instansi
terkait, menjaga etika dan tata tertib yakni harus disiplin berdasarkan peraturan
yang ada pada instansi terkait. Dapat membandingkan antara teori dan
penerapannya di lapangan, serta kegiatan PPL tersebut dapat membuka celah untuk
mendapatkan pekerjaan dengan instansi tersebut.
Materi selanjutnya dilanjutkan oleh Bapak Drs. Zainuddin, MA, selaku pembantu
ketua bidang kemahasiswaan STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa. Materi yang beliau
berikan tentang etika akademik mahasiswa peserta PPL, beliau menjelaskan bahwa
etika berasal dari kata “ethos” yakni karakter atau perwatakan dan kepribadian
atau panduan bertingkah laku. Etika ini merupakan acuan dalam melaksanakan
kegiatan On Job Training, hubungan etika kerja professional dengan kehidupan
adalah untuk mengendalikan tingkah laku para ahli professional dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan mereka. Ciri-ciri etika adalah:
· Bersungguh-sungguh, tidak mudah
menyerah dan harus disiplin
· Sikap inisiatif
· Niat
· Bertanggung jawab kepada masyarakat
· Amanah dalam bekerja
· Komitmen terhadap kerja , merupakan
kunci keberhasilan
· Akhlak, merupakan kunci pembentuk
etika kerja professional
· Selalu bersyukur
· Pengaturan waktu
· Menilai diri
Lalu dilanjutkan oleh pemateri yang
diberikan oleh Bapak H.M. Suhaili Sufyan, Lc., MA selaku ketua jurusan
syari’ah, materi yang diberikan tentang kompetensi mahasiswa jurusan syari’ah
pasca PPL, beliau menjelaskna bahwa, didalam melaksanakan kegiatan On Job
Training di masing-masing instansi, mahasiswa harus memiliki kompetensi dalam :
· Mengatur kondisi, permasalahan yang
muncul dan melakukan perencanaa
· Merasakan suasana kerja sesuai prodi
· Mengasah dan menguji teori
sebelumnya yang idapatnya pada saat bangku perkuliahan.
· Bekerja secara tim, meskipun
laporannya ada yang bersifat individu dan juga harus menumbuhkan sikap
kepemimpinan (leadership)
· Merasa memiliki terhadap pekerjaan,
sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap instansi terkait.
Pada hari sabtu, tanggal 09 April
2011, pukul 09.10-10.00, Bapak Drs.Fachruddin Nasution, S.H selaku wakil ketua
Mahkamah Syar’iyah Langsa, memberikan materi tentang manajemen administrasi
pada Mahkamah Syar’iyah Langsa. Beliau menjelaskan bahwa, manajemen
administrasi itu terbagi dua yakni administrasi umum, dan administrasi perkara.
Berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 tugas pokok dan kewenangan Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya diantara orang yang
beragama Islam dibidang :Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat,
Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syariah.
Kewenangan Mahkamah Syar’iyah diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syar’iat Islam pasal 49 yaitu
:
Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang :
a. Ahwa Asy-Syakhsiyah
Meliputi beberapa jenis perkara seperti Izin poligami, izin menikah (dibawah
umur) wali adhol, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, pengesahan
perkawinan, perkawinan campuran, harta bersama, cerai talak, cerai gugat,
keabsahan anak, hadhanah dll.
b. Muamalah
c.
Jinayah
1. Tentang Minuman dan
Khamar dan sejenisnya ( Qanun Prov. NAD. No.12 Tahun 2003 ).
2. Tentang Maisir atau
Perjudian ( Qanun Prov. NAD. No. 13 Tahun 2003)
3. Tentang Khalwat atau
Mesum ( Qanun Prov. NAD. No.14 Tahun 2003)
4. Tentang Peanggaran
dibidang zakat ( Qanun Prov. NAD. No. 7 Tahun 2004)
5. Tentang penyebaran
ajaran sesat ( Qanun Prov. NAD. No. 11 Tahun 2002)
Pada hari sabtu, tanggal 09 April
2011, pukul 10.00-11.30, Bapak Drs. Nawawi Marhaban selaku Ketua Prodi Ahwal
Asy-syakhsiyah memberikan materi tentang objek kajian PPL jurusan syari’ah, dia
lebih menitik beratkan pembahasan ke wilayah PPL di KUA, dimana saat mahasiswa
yang akan bekerja di Kantor Urusan Agama diharapkan harus mengetahui dan
mempraktekkan sendiri tentang beberapa pekerjaan yang biasanya dilakukan di KUA
seperti pembekalan untuk calon pengantin yakni member beberapa nasehat untuk
calon pengantin yang akan menikah, memberi penjelasan kepada calon pengantin
tentang hak dan kewajiban suami isteri, kemudian dapat memeriksa langsung wali
pernikahan, tentang keabshannya sebagai wali.
Pada hari sabtu, tanggal 09 April
2011, pukul 14.00-15.30, Bapak Ismail Fahmi Arrauf, MA, selaku sekretaris
jurusan syari’ah, memberikan beberapa materi tentang tekni pelaporan PPL. Dia
menjelaskan bahwa, akhir dari kegiatan PPL setiap harus membuat laporan PPL
yang terdiri atas dua macam yakni laporan individual yakni laporan tertulis
terhadap kegiatan yang dilakukan bersifat personal dan laporan kolektif yakni
laporan tertulis yang dilakukan secara bersama-sama tentang rekapitulasi selama
PPL. Laporan kolektif lembar pertama diawali dengan halaman depan (cover), lalu lembar pengesahan, kata
pengantar, daftar isi berupa beberapa Bab dan sub bagian sebagai berikut:
Bab
I. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Ruang Lingkup
c. Tujuan dan manfaat
Bab
II. Pembekalan
a. Materi pembekalan
b. Analisa materi pembekalan
Bab
III. Pengamatan
A. Lapangan praktik PPL
a. Nama instansi, alamat dan sejarah berdirinya
b. Struktur organisasi
c. Wewenang, tugas pokok dan fungsinya
B. Hasil Pengamatan
Bab
IV. Analisis hasil pengamatan
Bab
V. Penutup
Sedangkan laporan individu, beliau menjelaskan tentang cara pembuatannya yakni
sebagai berikut :
No.
|
Hari/Tanggal
|
Waktu
|
Jenis Kegiatan
|
Keterangan
|
Pada hari sabtu, tanggal 09 April
2011, pukul 16.00-17.00, Bapak Drs.Basri Ibrahim selaku pembantu ketua bidang
akademik, memberikan materi tentang tinjauan akademik antara hubungan
koordinasi mahasiswa , supervisor dan subtansi lingkungan PPL. Dia menjelaskan
bahwa peserta PPL menjaga hubungan koordinasi dengan supervisor dan subtansi
terkait dimana agar hubungan koordinasi tersebut sukses maka harus diawali
dengan komunikasi dan korelasi yangbaik serta silaturahim yang baik, mahasiswa
juga harus mengetahui dahulu antara hak dan kewajiban masing-masing, saling
mengenal potensi diri masing-masing sesuai professional, saling mengerti
potensi masing-masing, saling menjaga etika dan tata tertib yakni disiplin yang
diatur suatu instansi terkait, membandingkan antara teori dan penerapannya di
lapangan, beliau menyimpulkan bahwa semakin baik hubungan koordinasi maka
semakin baik pula PPL tersebut.
B. Analisa Materi Pembekalan
Secara keseluruhan pemateri dapat
disimpulkan bahwa setiap peserta PPL harus mengetahui dahulu antara hak dan
kewajiban, saling mengenal potensi diri masing-masing sesuai professional,
saling mengerti potensi masing-masing, saling menjaga etika dan tata tertib
yakni disiplin yang diatur suatu instansi terkait, membandingkan antara teori
dan penerapannya di lapangan.
Bersungguh-sungguh, tidak mudah
menyerah, harus disiplin, sikap inisiatif, bertanggung jawab kepada masyarakat,
amanah dalam bekerja, komitmen terhadap kerja, menjaga akhlak, professional
dalam bekerja merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan On Job
Training.
Meskipun waktu pembekalan yang
relatif sangat singkat yakni hanya 2 hari, namun inti sari dari pembekalan
tersebut sekiranya sudah tersampaikan kepada para peserta PPL. Diharapkan untuk
kedepan pembekalan selanjutnya dilakukan lebih lama agar peserta PPL dapat
lebih siap untuk terjun kelapangan.
BAB III
PENGAMATAN
A. Lapangan (tempat) Praktik Pengalaman Lapangan
1. Nama Instansi, Alamat dan Sejarah Berdirinya
Nama Instansi
: Mahkamah Syar’iyah Langsa
Alamat
: Jln. Prof.A. Majid, Langsa Kode Pos 24413
Telp (0641) 21507
Sejarah Berdirinya :
Di era reformasi, semangat dan keinginan untuk melaksanakan syariat Islam
kembali menggema di kalangan rakyat Aceh, disamping tuntutan referendum yang juga
disuarakan oleh sebahagian generasi muda pada waktu itu. Para Ulama dan
Cendikiawan muslim semakin intensif menuntut kepada Pemerintah Pusat, agar
dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh dan mengangkat kembali martabat rakyat
Aceh supaya dapat diizinkan untuk melaksanakan Syariat Islam dalam segala aspek
kehidupan. Perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan lahirnya 2
(dua) Undangundang yang sangat penting dan fundamental, yaitu:
· Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
· Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.Masyarakat Aceh menyambut lahirnya kedua Undang-Undang
tersebut dengan penuh rasa syukur, sehingga selanjutnya Pemerintah Daerah
bersama DPRD pada waktu itu, segera pula melahirkan beberapa Peraturan Daerah
sebagai penjabaran dari kesempatan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 44
Tahun 1999 tersebut. sekaligus untuk mewarnai secara nyata Keistimewaan Aceh
yang sudah lama dinanti-nantikan tersebut, antara lain:
· PERDA Nomor 3 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU);
· PERDA Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Syariat Islam;
· PERDA Nomor 6 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan;
· PERDA Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat.Pada tahun 2001 Pemerintah Pusat
Kembali mengabulkan keinginan rakyat Aceh untuk mendapatkan
Otonomi Khusus melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara pada Tanggal 9 Agustus
2001. lahirnya Undang-undang tersebut terkait erat dengan Undang-undang Nomor
44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, yaitu dalam upaya
membuka jalan bagi pelaksanaan Syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat di
bumi Serambi Mekah.
Salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut adalah diberikannya peluang dan hak bagi Provinsi NAD untuk membentuk Peradilan Syariat Islam, yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar`iyah sebagai bagian dari sistem Peradilan Nasional (Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001).
Di bidang lainnya, untuk menyahuti kelahiran Undang-Undang tersebut secara keseluruhan, Pemerintah Daerah melalui SK Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam telah membentuk beberapa tim untuk segera menyusun Rancangan Qanun (sekitar 27 Qanun) dalam melaksanakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001. Salah satu diantaranya adalah Tim Penyusun Rancangan Qanun Syariat Islam yang dipimpin oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewa Aceh (belum berubah menjadi MPU), Dr. H. Muslim Ibrahim, M.A.
Tim tersebut dibagi lagi kepada
beberapa sub Tim antara lain:
· Tim Rancangan Qanun tentang Mahkamah
Syar`iyah, diketuai oleh Drs. H, Soufyan M. Saleh, S.H.
· Tim Rancangan Qanun Pelaksanaan
Syariat Islam di bidang ibadah dan syiar Islam, dipimpin oleh Dr. H. Muslim
Ibrahim, M.A.
· Tim Rancangan Qanun Baitul Mal
dipimpin oleh Prof. Dr. H. Iskandar Usman, M.A.Tim tersebut telah
menyusunRancangan Qanun Mahkamah Syar`iyah dalam waktu kurang dari 2 (dua)
bulan, dan setelah melakukan expose di hadapan Gubernur Nanggroe Aceh
Darussalam bersama Tim-Tim lainnya, akhirnya Rancangan Qanun tersebut
ditetapkan dengan judul; Rancangan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
"Tentang Peradilan Syariat Islam", yang terdiri dari 7 Bab dan 60
Pasal. Setelah disempurnakan, Rancangan Qanun diserahkan kepada Gubernur c/q.
Biro Hukum untuk diteruskan ke DPRD Nanggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya pada
tanggal 19 November 2001 GubernurProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyampaikan
Rancangan Qanun Peradilan Syariat Islam tersebut bersamaRancangan Qanun lainnya
kepada DPRD Nanggroe Aceh Darussalam.
Sekitar bulan Maret tahun 2002 Pimpinan Mahkamah Agung Republik Indonesia
menugaskan tiga orang Ketua Muda Mahkamah Agung Republik Indonesia ke Aceh,
yaitu:
· H. Suharto, S.H. - TUALA DATLIS;
· H. Syamsuhadi, S.H., M.Hum. - TUADA
ULDILAG;
· H. Toton Suprapto, S.H. - TUADA
ADAT.
Mereka ingin mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam menindaklanjuti amanat Undang-undang Nomor
18 Tahun 2001 untuk pembentukan Mahkamah Syar`iyah (Pertemuan dilaksanakan di
rumah WAGUB ; Ir. H. Azwar Abubakar).Pada kesempatan lainnya, untuk
menyempurnakan rumusan Rancangan Qanun tentang Peradilan Syariat
Islam,Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh atas bantuan USAID, dan bekerjasama
dengan Forum Keprihatinan Rakyat Aceh (FORKA), telah pula melaksanakan Semiloka
di Jakarta dari tanggal 8 s/d 10 Maret.
Selanjutnya Rancangan Qanun tersebut juga diberikan kritikan demi penyempurnaannya oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Banda Aceh, seperti Yayasan/Ukhuwah dan PPHIM. Untuk membahas Rancangan Qanun yang diajukan Gubernur tersebut, maka DPRD Nanggroe Aceh Darussalam membentuk beberapa Pansus, antara lain; Pansus XV yang diberi tugas antara lain, mendalami/membahas Rancangan Qanun Peradilan Syariat Islam. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap Pansus XV dari tanggal 2 s/d 7 September 2002 mengadakan konsultasi antara lain dengan Menkeh HAM, Menteri Agama Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan beberapa orang anggota DPR-RI asal Aceh (FORBES) di Jakarta. Selanjutnya pada tanggal 23 Oktober 2002, Tim Pemerintah Daerah Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si., mengadakan rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung RI dan departemen terkait. Rapat konsultasi yang berlangsung di Aula MA-RI dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., dengan didampingi oleh Wakil Ketua Drs. H. Taufiq, S.H. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati beberapa hal:
· Mahkamah Agung berharap agar
Mahkamah Syar`iyah di Aceh segera dapat terwujud dan dapat diresmikan pada
tanggal 1 Muharram 1424 H.;
· Pembentukan Mahkamah Syar`iyah
adalah tugas eksekutif, karena itu diharapkan Mendagri dapat mengkoordinir
pertemuan-pertemuan dengan Departemen terkait dan PEMDA Nanggroe Aceh
Darussalam. Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut tanggal 23 Oktober 2002,
Tim Pemerintah Pusat yang dikoordinir Departemen Dalam Negeri mengadakan
pertemuan dengan Tim Pemda Aceh pada tanggal 27 Januari 2003. Rapat tersebut
dipimpin langsung oleh Sekjen Depdagri, yaitu Ibu Dr. Ir. Siti Nurbaya. Pada
pertemuan tersebut, Tim dari Pemerintah Pusat yang terdiri dari
Departemen/Lembaga terkait, seperti Departemen Agama, Departemen Kehakiman dan
HAM, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Hankam
dll., telah berhasil merumuskan beberapa kesepakatan, antara lain:
1. Peresmian Mahkamah Syar`iyah akan
dilaksanakan di Banda Aceh pada hari Selasa, tanggal 1 Muharram 1424 H/4 Maret
2003 M;
2. Masing-masing Departemen/Lembaga
mempersiapkan diri sesuai dengan bidang kewenangannya untuk peresmian Mahkamah
Syar`iyah (kelembagaan, kewenangan, pembinaan sumber daya manusia, dan
lain-lain);
3. Menjelang hari H (4 Maret 2003)
perlu ada pertemuan lagi, yaitu:
4. Tanggal 5 s/d 8 Februari 2003
Konsinyering Tim Pusat;
5. Tanggal 17 Februari 2003 Koordinasi
Tim Pusat dan Daerah;
6. Tanggal 27 Juli s/d 28 Februari 2003
Checking terakhir.
Pada hari Senin tanggal 24 Februari 2003, Tim Pusat dan Daerah kembali
melanjutkan koordinasi di Jakarta (Departemen Dalam Negeri). Tim Pemda Aceh
yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam dengan anggota; Husni
Bahri Tob, S.H. (Asisten I), H. Abdussalam Poroh (Sekretaris DPRD), Prof. Dr.
Alyasa Abubakar, MA (Kadis Syariat Islam), Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H.
(Ketua PTA Banda Aceh), A. Hamid Zein, S.H. (Kepala Biro Hukum Kantor Gubernur
NAD). Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa masalah substansi antara lain:
· Rancangan Kepres tentang Mahkamah
Syar`iyah (perubahan nama, kewenangan, dan lain-lain), akhirnya menjadi Kepres
Nomor 11 Tahun 2003;
· Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang pelaksanaan Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam(sayang
RPP tersebut tidak sempat dibahas kerena sempitnya waktu);
· Beberapa masalah teknis untuk acara
peresmian, (prasasti, peresmian Mahkamah Syar`iyah, pelantikan Ketua,sambutan
dan lain-lain).
Pelaksanaan Peresmian Mahkamah Syar`iyah Sesuai dengan rencana semula dan
melalui proses persiapan yang panjang akhirnya peresmian Mahkamah Syar`iyah
dapat dilaksanakan dalam suatu upacara yang dilangsungkan pada tanggal 1
Muharram 1424 Hijriyah, dan bertepatan dengan tanggal 4 Maret 2003.
Sebagai dasar hukum peresmian Mahkamah Syar`iyah di saat itu, adalah Kepres No. 11 Tahun 2003, yang pada hari itu dibawa langsung dari Jakarta dan dibacakan dalam upacara peresmian. Adapun isi Kepres tersebut antara lain, adalah tentang perubahan nama Pengadilan Agama mejadi Mahkamah Syar`iyah dan Pengadilan Tinggi Agama menjadi Mahkamah Syar`iyah Provinsi, dengan penambahan kewenangan yang akan dilaksanakan secara bertahap.
Upacara peresmian dilaksanakan di Gedung DPRD Prov. NAD yang dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NAD, berserta dihadiri oleh para Menteri dan Tim dari Pusat, yaitu:
· Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.;
· Menteri Dalam Negeri, Dr. (HC) Hari
Sabarno, S.Ip., M.M., M.A.;
· Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH.;
· Menteri Agama, Prof. Dr. Said Agil
Husin Al-Munawar, M.A.;
· Direktur Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji, H. Taufik Kamil;
· Direktur Pembinaan Peradilan Agama,
Drs. H. Wahyu Widiana, MA.;
· Wasekjen MARI, Drs. H. Ahmad Kamil,
S.H., dll.
· Sedangkan dari daerah
Kabupaten/Kota, hampir semua Bupati/Walikota hadir bersama para Muspida.
Upacara peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti, masing-masing oleh
Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Agama
Republik Indonesia.Bersamaan dengan upacara peresmian tersebut, dilaksanakan
pula pengambilan sumpah dan pelantikan Ketua-ketua Mahkamah Syar`iyah dan Ketua
Mahkamah Syar`iyah Provinsi NAD. Setelah upacara pelantikan para Ketua dan
Wakil Ketua Mahkamah Syar`iyah se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi
pembekalan dan sosialisasi tentang eksistensi dan kewenangan Mahkamah
Syar`iyah.
Meskipun telah diresmikan secara
langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 1 Muharram 1424 H/ 4 Maret
2003, namun Mahkamah Syar`iyah masih menemukan kendala untuk melaksanakan
kewenangannya, khususnya dalam bidang jinayat, dimana Kejaksaan sebagai
penuntut umum belum memiliki dasar hukum untuk melakukan penuntutan ke Mahkamah
Syar`iyah, karena dalam melaksanakan tugas fungsionalnya, Kejaksaan berpedoman
kepada KUHAP yang antara lain telah mengatur hubungan kerja Kejaksaan dengan
Peradilan Umum dalam penyelesaian perkara pidana.
Oleh karena itulah Tim Interdep persiapan pembentukan Mahkamah Syar`iyah di pusat dan daerah mempersiapkan sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Naskah Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut yang telah diparaf oleh 9 anggota Tim dari Lembaga terkait, dan diteruskan ke Presiden oleh Menteri Dalam Negeri (Menko Polkam ad Interm) dengan suratnya tanggal 19 Februari 2004 Nomor : 180/404/SJ.
Pada tanggal 30 Maret 2004 Tim dari Pemda NAD, masing-masing Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H., Drs. H. Sayuti Is, M.M., Prof. Dr. Alyasa Abubakar, M.A., A. Hamid Zein, S.H., Syahrul Ali, S.H., M.H., dan Anwar Efendi, S.H., sesuai dengan surat penugasan dari Gubernur NAD (tanggal 27 Maret 2004, No. 019.3/0087) mengadakan audiensi dengan Kepala Biro Hukum Sekretariat Sekretariat Negara RI yang diterima oleh Bapak Sudibyo, S.H (Direktorat Perundangundangan), Staf Ahli Mendagri dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Kabinet di Kantor Sekretariat Kabinet. Dari audiensi tersebut dijelaskan, bahwa memang benar usulan draft RPP pelaksanaan Peradilan Syari`at Islam yang diajukan ke Presiden oleh Mendagri sudah diterima di Sekretariat Kabinet. Selanjutnya, atas bantuan salah seorang staf Mendagri Tim audiensi depertemukan langsung dengan Menseskab Prof. Herman Rajagukguk, S.H., di ruang kerjanya, bahwa sehubungan dengan permasalahan tersebut beliau menjelaskan, bahwa Insya Allah beliau Akan mempelajari draft RPP tersebut dan dalam waktu dekat akan dibahas oleh Tim Tehnis terkait Tim dari Aceh nanti juga akan diikutsertakan.
Setelah beberapa bulan menunggu, ternyata belum ada
realisasinya. Gubernur Provinsi NAD pada bulan Juni 2004 menyurati kembali dan
menanyakan ke Presiden sejauh mana sudah proses Rancangan Peraturan Pemerintah
tersebut menjadi Peraturan Pemerintah (surat Gubernur selaku PDSD tanggal 28
Mei 2004 Nomor : 330/23F-PDSD/2004). Untuk itu, Sekretariat Kabinet memberikan
tanggapan terhadap usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu dengan
suratnya tanggal 7 Mei 2004 antara lain disampaikan sebagai berikut :
· Tanggal 21 April 2004 telah
dilakukan pertemuan di Sekretariat Kabinet yang dihadiri oleh wakil-wakil dari
Tim Interdep (Mahkamah Agung, Departemen Agama, Depertemen Dalam Negeri dll)
· Disepakati oleh Tim Interdep bahwa
Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut tidak diperlukan mengingat substansinya
telah diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan termasuk mengenai
pelaksanaan wewenang Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan Penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan pada Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe
Aceh Darusslam.
· Kewenangan tersebut semakin jelas
dengan adanya ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi Peradilan Syariah Islam di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Menjawab surat Gubernur Provinsi NAD tanggal 28 Mei 2003, Sekretaris Kabinet
dengan suratnya tanggal 10 Juni 2004 B.53/Waseskab/00/2004 memberikan
penjelasan, yang isinya juga sesuai dengan surat penjelasan yang disampaikan
Menko Bidang Politik dan Keamanan Ad Interm. Jawaban dari Sekretariat Kabinet
tersebut mementahkan kembali Rancangan Peraturan Pemerintah yang sudah disusun
demikian matang oleh Tim Interdep, sehingga Tim pengembangan Mahkamah Syar`iyah
di Provinsi NAD kembali mengadakan rapat-rapat konsultasi terutama dengan
Gubernur NAD.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Gubernur Ir. H. Abdullah Puteh, M. Si pada tanggal 29 Juli 2004, yang dihadiri anggota Muspida dan Dinas terkait disepakati bahwa meskipun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Aceh Darussalam dianggap tidak diperlukan oleh Sekretariat Kabinet, namun Pemda NAD tetap harus memperjuangkan kembali agar usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut agar disahkan menjadi Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum bagi Kepolisian dan Kejaksaan di NAD.
Sambil memperjuangkan Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, Pemda NAD akan mengundang ketua Mahkamah Agung RI untuk meresmikan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Syar`iyah di Nanggroe Aceh Darussalam yang sudah diresmikan satu setengah tahun yang lalu, dan acara peresmian tersebut direncanakan bersamaan dengan pembukaan PKA ke IV, yaitu tanggal 19 Agustus 2004.
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didampingi oleh Ketua Mahkamah Syar`iyah Provinsi, Kepala Dinas Syariat Islam dan Kepala Biro Hukum, pada tanggal 13 dan 16 Agustus 2004 mengadakan konsultasi dan menyampaikan Undangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan. Ketua Mahkamah Agung RI menyatakan pada prinsipnya dapat mengabulkan harapan dan undangan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, tapi tidak pada
tanggal 19 Agustus 2004 karena bersamaan dengan hari ulang tahun Mahkamah Agung RI.
Dalam pertemuan konsultasi berikutnya atas undangan Pemda NAD disepakati bahwa peresmian operasional Mahkamah Syar`iyah akan dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2004 hari Senin di Banda Aceh, dengan mata acara pokok antara lain :
1. Pembacaan Surat Keputusan Mahkamah
Agung RI
2. Pembacaan Surat Keputusan Bersama
Lembaga Penegak Hukum di NAD
3. Penandatanganan Naskah Peresmian
Operasionalisasi Mahkamah Syar`iyah.
Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK Ketua Mahkamah Agung tentang pelimpahan
sebagian kewenangan Peradilan Umum kepada Mahkamah Syar`iyah. Adapun naskah
persemian dipersiapkan bersama-sama antara Tim Daerah dengan Tim Pusat.
Alhamdulillah, atas izin Allah SWT pada hari senin tanggal 11 Oktober 2004 acara peresmian operasional Kewenangan Mahkamah Syar`iyah dilaksanakan di Anjong Mon Mata, yang dihadiri oleh Ulama, tokoh masyarakat, anggota DPRD tingkat I dan undangan lainnya. Dari Kabupaten/Kota hadir sebagian Bupati, Kapolres, Kajati, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Mahkamah Syar`iyah, Ketua MPU dan Kepala Dinas Syariat Islam dll.
Dalam acara tersebut turut memberikan sambutan setelah laporan Gubernur NAD adalah Ketua Tim Interdep pembentukan Mahkamah Syar`iyah diwakili oleh (Drs. H. Syamsuhadi Irsyad, SH), wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Kapolri yang diwakili oleh Kapolda NAD dan Kepala Kejaksaan Agung yang diwakili oleh Kajati NAD, serta bimbingan pengarahan dan peresmian oleh Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan, S.H.
2.
Visi dan Misi
Visi
:
Terwujudnya Mahkamah Syar’iyah yang bebas, mandiri, bermartabat dan berwibawa
sebagai Peradilan Syari’at Islam dalam menegakkan hokum dan keadilan.
Misi
: - Memberikan pelayanan hokum bagi masyarakat dan menerima,
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara Al-Ahwa Al-Syakhsiyah,
Muamalah dan Jinayah pada tingkat pertama.
- Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat dalam rangka
mewujudkan masyarakat islami yang sadar hukum.
- Memberikan nasehat dan pertimbangan hukum kepada
instansi pemerintah yang memerlukan.
3. Struktur Organisasi
Berdasarkan Pasal 26 (1 dan 3 )
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada setiap
pengailan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera,
dan dalam melaksanakan tugasnya panitera ibantu oleh seorang Wakil Panitera beberapa
orang Panitera Muda dan beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita/Jurusita
Pengganti.
Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, Mahkamah Agung RI telah mengatur
dengan Surat Keputusan Nomor 004/SK/II/1992 tentang Struktur organisasi dan
Tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Struktur
organisasi di Mahkamah Syar’iyah Langsa adalah sebagai berikut :
Ketua
: NIHIL
Wakil
Ketua
: Drs._FACHRUDDIN_NASUTION,_SH
Majelis Hakim : - Drs. H. ILYAS AMIN
- Drs. AMRULLAH, MH
- Drs. S A M I N
- Drs. A. A Z I Z, SH, MH
- SAKWANAH, S.Ag. SH
Panitera / Sekretaris : A. HADI SYAMAUN, SH
Wakil Panitera : N A W A W I, SH
Wakil Sekretaris : Drs. ANWAR FUADI
Pan.Mud Permohonan : A. R A H M A N
Pan.Mud Gugatan : Ir. ATHIATUN ZAKIAH, SH
Pan.Mud Hukum : K H A L I D A H, S.Ag
Kasub.Bag Umum : HENDRA SAPUTRA, SH
Kasub.Bag Keuangan : I L Y A S, S.Ag
Kasub.Bag.Kepegawaian : INAFISAH, SH
Panitera Pengganti : - R A S Y A D I, SH
- Dra. HJ. NURUL AINI M. SALEH
Majelis Hakim : - Drs. H. ILYAS AMIN
- Drs. AMRULLAH, MH
- Drs. S A M I N
- Drs. A. A Z I Z, SH, MH
- SAKWANAH, S.Ag. SH
Panitera / Sekretaris : A. HADI SYAMAUN, SH
Wakil Panitera : N A W A W I, SH
Wakil Sekretaris : Drs. ANWAR FUADI
Pan.Mud Permohonan : A. R A H M A N
Pan.Mud Gugatan : Ir. ATHIATUN ZAKIAH, SH
Pan.Mud Hukum : K H A L I D A H, S.Ag
Kasub.Bag Umum : HENDRA SAPUTRA, SH
Kasub.Bag Keuangan : I L Y A S, S.Ag
Kasub.Bag.Kepegawaian : INAFISAH, SH
Panitera Pengganti : - R A S Y A D I, SH
- Dra. HJ. NURUL AINI M. SALEH
Jurusita
: NIHIL
Jurusita Pengganti : - S U L A I M A N
- MUHAMMAD RIJAL, A.Md
Jurusita Pengganti : - S U L A I M A N
- MUHAMMAD RIJAL, A.Md
Dengan Bagan Struktur sebagaimana terlampir.
4. Tugas dan Wewenang Mahkamah Syar’iyah Langsa
Mahkamah Syar’iyah Langsa sebagai
Pengailan Tingkat Pertama selain melaksanakan tugas dan kewenangan yang diatur
dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2001 tentang
Peradilan Syari’at Islam juga melaksanakan tugas pokok dan kewenangan Peradilan
Agama.
Berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tugas pokok dan kewenangan
Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan
perkara yang diajukan kepadanya diantara orang yang beragama Islam dibidang :
a. Perkawinan
b. Kewarisan
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah, dan
i. Ekonomi Syariah
Kewenangan Mahkamah Syar’iyah diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomoe 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syar’iat Islam pasal 49 yaitu
:
Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang :
a. Ahwa Asy-Syakhsiyah
b. Muamalah
c. Jinayah
Mahkamah Syar’iyah Langsa merupakan Peradilan Khusus dalam lingkungan Peradilan
Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Gama (pasal 15
ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Kewenangan Mahkamah Syar’iyah Langsa sebagai badan peradilan tingkat pertama
lebih luas kewenangannya daripada Pengadilan Agama di Provinsi lain, karena
Mahkamah Syar’iyah Langsa juga memiliki kewenangan menyelesaikan perkara
jinayat.
Kendatipun tugas dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah telah bertambah, namun masih
dalam batas tertentu sesuai dengan yang diatur alam Qanun Provinsi NAD. Untuk
saat ini perkara Jinayat yang telah diberitahukan di Mahkamah Syar’iyah Langsa
adalah :
1. Tentang Minuman dan
Khamar dan sejenisnya ( Qanun Prov. NAD. No.12 Tahun 2003 ).
2. Tentang Maisir atau
Perjudian ( Qanun Prov. NAD. No. 13 Tahun 2003)
3. Tentang Khalwat atau
Mesum ( Qanun Prov. NAD. No.14 Tahun 2003)
4. Tentang Peanggaran
dibidang zakat ( Qanun Prov. NAD. No. 7 Tahun 2004)
5. Tentang penyebaran
ajaran sesat ( Qanun Prov. NAD. No. 11 Tahun 2002)
5. Kepaniteraan / Kesekretariatan
- Kepaniteraan
Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah
Lansga secara organisatoris menjadi 2 (dua) bidang yaitu :
1. Kesekretariatan menyangkut bidang tugas administratif birokrasi
dan;
2. Kepaniteraan yang menyangkut bidang administratif teknis
yudisial.
Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa adalah unsur pembantu pimpinan yang
berada di bawahh dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah
Langsa iimpin oleh seorang Panitera yang dibantu oleh seorang Wakil Paniter.
Adapun daam pelaksanaan tugas tersebut Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Penyusunan kegiatan
pelayanan administrasi perkara serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
yang berkaitan dengan persidangan;
2. Pengurusan daftar perkara,
administrasi perkara, administrasi keuangan perkara tingkat pertama ;
3. Penyusun statistic
perkara, dokumentasi erkara, laporan perkara, dan yurisprudensi;
4. Penyelenggaraan
pembinaan Hukum Agama dan Hisab Rukyat;
5. Lain-lain berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku;
Berdasarkan pasal 26 ( 1 dan 3) Undang-undang Nomot 50 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
disebut pada setiap pengadilan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin
oleh seorang panitera, dan dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh
seorang wakil panitera beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera
pengganti dan jurusita/jurusita pengganti.
Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, Mahkamah Agung RI telah mengatur
dengan Surat Keputusan Nomor 004/SK/II/1992 tentang struktur organisasi dan tata
kerja kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Dari struktur tersebut
kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa dipimpin oleh seorang Panitera yang
membawahi :
1.
Wakil Panitera
2.
Panitera Muda Gugatan
3.
Panitera Muda Permohonan
4.
Panitera Muda Hukum
5.
Kelompok Fungsional Panitera Pengganti
6.
Kelompok Fungsional Jurusita/Jurusita Pengganti
-
Kesekretariatan
Kesekretariatan juga unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa.
Kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah Langsa dipimpin oleh seorang Sekretaris yang
dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
Adapun untuk melaksanakan tugas tersebut kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah
Langsa mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Melaksanakan Urusan Kepegawaian
2. Melaksanakan Urusan Keuangan kecuali mengenai pengelolaan biaya
perkara.
3. Melaksanakan Urusan
Tata Persuratan, perlengkapan rumah tangga dan perpustakaan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan setiap
Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariatan yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan beberapa kepala sub
bagian.
Sementara kelengkapan kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah Langsa terdiri dari :
1. Sekretaris
2. Wakil Sekretaris
3. Kepala Urusan Umum
4. Kepala Urusan Keuangan
5. Kepala Urusan Kepegawaian
B. Hasil Pengamatan di Mahkamah
Syar’iyah Langsa
1. Pengamatan tentang Proses
Pendaftaran Perkara
1. Pihak berperkara datang ke Mahkamah
Syar’iyah dengan membawa surat gugatan atau permohonan.
2. Pihak berperkara menghadap petugas
Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua)
rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.
3. Petugas Meja Pertama (dapat)
memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang
diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus
telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182
ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama.
Catatan
:
· Bagi yang tidak mampu dapat
diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut
dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa
setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
· Bagi yang tidak mampu maka panjar
biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.
· Dalam tingkat pertama, para pihak
yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini
ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan
gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan
penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.
4. Petugas Meja Pertama menyerahkan
kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).
5. Pihak berperkara menyerahkan kepada
pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM).
6. Pemegang kas menyerahkan asli Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran
panjar biaya perkara ke bank.
7. Pihak berperkara datang ke loket
layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data
dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM),
seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara
menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang
tertera dalam slip bank tersebut.
8. Setelah pihak berperkara menerima
slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara
menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM) kepada pemegang kas.
9. Pemegang kas setelah meneliti slip
bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas
kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan
menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.
10. Pihak
berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan
sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
11. Petugas
Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register
bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan
tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
12. Petugas
Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan
yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.
PENDAFTARAN SELESAI
PENDAFTARAN SELESAI
13. Pihak/pihak-pihak
berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke
persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang
pemeriksaan perkaranya (PHS).
2. Pengamatan tentang Tata Cara
Pembuatan Berita Acara Persidangan
a) Hal-hal formal yang harus dimuat dalam berita acara
persidangan yaitu :
1)
Pengadilan yang memeriksa perkara,
hari, tanggal, bulan, dan tahun sidang
2)
Identitas dan kedudukan para pihak
berperkara
3) Susunan Majelis Hakim dan
Panitera/Panitera Pengganti
4) Pernyataan sidang dibuka dan terbuka
untuk umum
5) Keterangan tentang hadir atau tidak
para pihak
6) Usaha mendamaikan
7) Pernyataan sidang tertutup untuk
umum
8) Pembacaan surat gugatan
9) Pemeriksaan pihak-pihak
10)
Pernyataan sidang terbuka untuk umum
pada waktu penundaan sidang bagi sidang yang sebelumnya dinyatakan tertutup
untuk umum
11)
Penundaan sidang pada hari, tanggal,
bulan, tahun, jam, dengan penjelasan perintah hadir dan/atau dipanggil lagi
12) Pernyataan sidang diskors untuk
musyawarah Majelis Hakim
13) Pernyataan sidang dibuka atau
membaca putusan
14) Pernyataan sidang ditutup
15) Penandatanganan oleh ketua Majelis
dan Panitera/ Panitera Pengganti
b) Hal-hal yang
berhubungan dengan materi persidangan, yaitu :
1) Jawab menjawab
2) Pemeriksaan alat-alat bukti
3) Keterangan saksi ahli, apabila ada
4) Kesimpulan, apabila dikehendaki
pihak-pihak
5) Dan sebagainya, sesuai dengan acara
persidangan
c) Bahasa
1) Bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Indonesia yang baku
2) Apabila terjadi Tanya jawab
menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia harap dijelaskan dan ditulis
terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dalam hal menggunakan bahasa asing, maka
perlu adanya penerjemah.
3) Penggunaan bahasa pergaulan
sehari-hari, bahasa prokem, bahasa gaul, dan bahasa surat kabar sedapat mungkin
dihindari.
4) Menggunakan bahasa hukum dan
kosakata yang tidak mengandung banyak arti.
d) Susunan kalimat
1) Berita acara persidangan dengan
kalimat langsung (direct), yaitu
kalimat tanya jawab langsung antara hakim dengan para pihak atau saksi.
2) Berita acara persidangan dengan
kalimat tidak langsung (Inderict), yaitu
kalimat yang disusun oleh Panitera Pengganti dari tanya jawab antara hakim
dengan para pihak atau saksi.
3) Berita acara persidangan dengan
bentuk direct dan Indirect, yaitu menggunakan kedua bentuk
baik direct maupun indirect dalam berita acara persidangan
e) Format
Format yang digunakan di Mahkamah Syar’iyah adalah Format Balok, yaitu format
pengetikan dengan membagi halaman kertas menjadi dua bagian, bagian kiri untuk
pertanyaan, sedangkan bagian kanan untuk jawaban.
Jawaban
|
Pertanyaan
|
f) Hal – hal lain yang
berkaitan dengan persidangan
- Hal-hal yang perlu ditulis dalam
catatan persidangan adalah hal-hal yang relevan saja.
-
Berita acara persidangan sudah
selesai dibuat dan ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim dan
Panitera/Panitera Pengganti sebelum sidang berikutnya.
-
Apabila terjadi kesalahan dalam
penulisan, tidak dibenarkan menghapus menggunakan tipe-ex (correction fluid) atau menindih kata-kata, tetapi harus
diperbaiki dengan cara renvoi.
-
Berita acara persidangan siap diedit
sebelum pertimbangan hakim disusun atau sebelum putusan diucapkan.
-
Berita acara persidangan harus dapat
menjadi pedoman untuk merumuskan putusan.
3. Pengamatan tentang
Administrasi Pembuatan Surat Gugatan
Dalam pasal 118 HIR dan pasal 142
ayat (1) R.Bg. Dalam kedua pasal ini di tentukan bahwa gugatan harus diajukan
secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua Mahkamah syar’iyah yang berwenang
mengadili perkara tersebut.
Surat gugatan yang ditulis itu harus di tanda tangani oleh
Penggugat atau para Penggugat. Jika perkara itu dilimpahkan kepada kuasa
hukumnya, maka yang menandatangani surat gugatan itu adalah kuasa hukumnya
sebagaimana disebutkan dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan Pasal 147 ayat (1)
R.Bg.Berdasarkan pasal 119 HIR dan Pasal 143 R.Bg, Ketua Pengadilan berwenang
memberikan nasihat dan bantuan kepada Penggugat atau kuasanya apabila mereka
kurang paham tentang seluk beluk hukum dalam mengajukan gugatan kepada
Pengadilan yang berwenang. Surat gugatan dibuat haruslah bertanggal,
menyebutkan dengan jelas nama Penggugat dan Tergugat, umur, agama, tempat
tinggal mereka, dan kalau perlu disebutkan juga jabatan dan kedudukannya.
Surat gugatan sebaiknya diketik rapi dan di buat sendiri
atau oleh kuasa, tidak perlu diberi materai. Syarat gugatan harus dibuat dalam beberapa
rangkap, satu helai yang asli untuk pengadilan, satu helai untuk arsip
penggugat dan di tambah sekian banyak salinan lagi untuk masing-masing Tergugat
dan turut Tergugat.
Catatan :
Bagi yang menggugat buta huruf, maka gugatan dapat diajukan
secara lisan kepada ketua Mahkamah Syar’iyah dan selanjutnya ketua pengadilan
mencatat segala hal ihwal gugatan itu dalam bentuk tertulis. Jika ketua
Mahkamah Syar’iyah karena sesuatu hal tidak dapat mencatat sendiri gugatan
tersebut, maka ia dapat meminta seorang hakim untuk mencatat dan
memformulasikan gugatan tersebut sehingga memudahkan Majelis Hakim untuk
memeriksanya.
Sebagaimana telah dikemukakan pada poin terdahulu,
tidak ada ketentuan khusus dan persyaratan tertentu tentang cara menyusun dan
membuat surat gugatan. Hanya dalam Rv pasal 8 Nomor 3 menyebutkan bahwan dalam
surat gugatan harus ada pokok gugatan yang meliputi :
a. Identitas para pihak
Identitas
para pihak pada umumnya meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, agama dan tempat tinggal serta kedudukannya sebagai pihak dalam
perkara yang diajukan kepada Apengadilan.
b. Fundamentum petendi atau posita
Posita
merupakan dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hokum yang merupakan
dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.
Posita
terdiri dari :
i.
Bagian yang menguraikan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga ia
mengajukangugatan kepada pengadilan, bagian ini juga merupakan penjelasan
tentang duduknya perkara sehingga yang bersangkutan menderita kerrugian dan
bermaksud menuntut haknya kepada Pengadilan. Bagian ini di sebut feitelijke gronden.
ii.
Bagian yang menguraikan tentang
hukumnya dan tentang adanya hak atau hubungan hokum yang menjadi dasar yuridis
dari pada tuntutan. Bagian ini disebut rechtelijke
gronden
Secara
garis besar dalam posita harus memuat antara lain :
i.
Objek Perkara yaitu mengenai hal apa
gugatan itu di ajukan, apakah menyangkut sengketa kewarisan, sengketa
perkawinan, perbuatan melawan hukum, sengketa cidera janji dan sebagainya.
Objek sengketa merupakan hal yang sangat penting dalam surat gugatan oleh karena
itu harus di uraikan secara jelas dan rinci
ii.
Fakta –fakta hukum, yaitu hal-hal
yang menyebabkan timbulnya sengketa sehingga penggugat menderita rugi
dean perlu diselesaikan melalui pengadilan.
iii.
Kualifikasi perbuatan Tergugat yaitu
suatu perumusan mengenai perbuatan materil maupun moral dari Tergugat yang
dapat berupa perbuatan melawan hukum, perselisihan dalam perkawinan dan
lain-lain.
c.
Petitum dan Tuntutan
Dalam
pasal 8 Nomor 3 B.Rv. disebutkan bahwa petitum adalah apa yang diminta atau
diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan.
Tuntutan ini akan terjawab didalam amar putusan. Oleh karena itu petitum ini
harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat sebab tuntutan yang tidak
jelas maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau
ditolaknya tuntutan tersebut oleh hakim. Disamping itu petitum harus
berdasarkan hukundan harus pula di dukung oleh posita.
4. Pengamatan tentang
administrasi pembuatan surat keputusan
Sesuai dengan Ketentuan pasal178 HIR,Pasal 189 RBG, apabila
pemeriksaan perkara selesai ,Majlis Hakim karena jabatannya melakukan
musyawarah untuk menganbil putusan yang akan di jatuhkan.Proses pemeriksaan di
anggap selesai ,apabila telah menempuh tahap jawaban dari tergugat sesuaipasal
121 HIR ,pasal 113 Rv,yang di barengi dengan replik dari penggugat berdasarkan
pasal 115 Rv,maupun Duplik dari tergugat, dan di lanjutkan denga proses tahap
pembuktian dan Konklusi .jika semua tahap ini sudah tuntas di selesaikan,Majlis
menyatakan pemeriksaan di tutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau
mengucapkan putusan .mendahului pengucapan putusan itulah tahap Musyawarah bagi
majlis untuk menentukan putusan apa yang hendak di jatuhkan kepada pihak yang
berperkara .
Perlu di perjelaskan bahwa yang di maksud dengan putusan
pada uraian ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama. Dan memang tujuan
akhir proses pemeriksaan perkara Di PN,di ambilnya suatu putusan oleh Hakim
yang berisi penyelesaian perkara yang di sengketakan. Berdasarkan putusan itu
,di tentukan dengan pasti Hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek
yang di sengketakan.
1. Teknik pengetikan putusan .
Teknik
pengetikan putusan dapat dijelaskan sebagai berikut;
- Kertas yang di gunakan pada umum nya
adalah kertas ukura folio,tetapi dalam lingkungan Peradilan Agama khusus nya
Jawa Timur telah di sepakati menggunakan kertas ukuran kuarto.
- Margin kiri 5,5 cm atau ¼ bagian
halaman disisakan sebagai catatan renvoi,
di ketik 2 spasi, dan setiap halaman di beri nomor di tengah utas,kecuali
halaman pertama tanpa nomor.Pada era komputerisasi sekarang ini,pengetikan
putusan sudah tidak menggunakan mesin tik menual lagi, maka dengan ketentuan
margin dengan menyisakan ruang Renvoi
yang terlalu lebar tersebut perlu di kaji ulang dengan mengingat pertimbangan
efisiensi.Dengan teknologi computer, kesalahan ketik dalam putusan nyaris tidak
terjadi, kalaupun ada, maka hal itu dapat segera di perbaiki. Perlu adanya
koreksi putusan secara berlapis sebelum putusan tersebut di tandatangani, agar
tidak sampai terjadi kesalahan baik dalam penulisan maupun subtansi. Namun
demikian, tidak berarti menghilangkan sama sekali ruang renvoi, karena yang
mengetik computer itu juga seorang manusia.
- Kata PUTUSAN ditulis dengan huruf
capital, ditebalkan, berjarak satu tuts,dan posisi di tengah.
- Penulisan Nomor:……/pdt.
……./20……./Ms. Lgs………di posisikan di tengah.
- Penulisan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ,
TENTANG DUDUK PERKARANYA,dan TENTANG HUKUMNYA, di tulis dengan huruf kapital
dan posisi di tengah.Dalam hal penulisa kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ada
yang menggunakan dengan huruf arab. Esensi yang terpenting adalah terdapat
kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM yang menyatu dengan kalimat DEMI KEADILAN
BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA. Namun demikian, penulisan dengan huruf arab
perlu pula di kaji ulang, karena pencantuman kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
dalam putusan itu berdasarkan Pasal 57 Ayat (2) Undang-undang No 7 Tahun 1989
dan kalimat yang tertulis dalam rumusan pasal tersebut bunyi dan
tulisannya adalah “ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.
- Kata “MENGADILI” ,di tulis dengan
huruf capital, berjarak satu tuts, dan posisi di tengah.
- Alinia baru di mulai dengan 7
(tujuh) ketentuan dan jarak setiap baris sama dua spasi , kecuali setelah
kalimat DEMI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA di tambah dua
spasi.
- Nama para pihak di tulis huruf
capital,di mulai dengan 12 (dua belas) ketukan, di ikuti dengan identitas yang
di tulis dengan huruf kecil, dan baris berikutnya, di ketik lebih masuk agar
nama para pihak nampak jelas.
- Akhir setiap halaman pada sudut
kanan bawah di tulis kata yang mengawali halaman berikutnya.
- Setiap Amar putusan di ketik 7
(tujuh) ketukan dari Margin kiri.
- Penulisan Hakim ketua, Hakim
anggota, Panitra pengganti, dan nama-nama yang bersangkutan di tulis dengan
huruf capital.
- Rincian biaya perkara di tulis pada
halaman terakhir agak ke bawah.
- Hasil ketika sebelum di tanda
tangani harus di koreksi secara berlapis, baik Panitra pengganti yang telah
mengetik, Ketu Majlis, dan Hakim Anggota dengan harapan agar terhindar dari
kesalahan pengetikan maupun isinya.
- Apabila terjadi kesalahan
/perubahan/tambahan di lakukan dengan cara renvoi
, dengan kode “SC” atau “sah dic”.untuk sah coret, kode “ST”atau”sah
dit.”untuk sah tambah, dan “sah dig” untuk sah di ganti, dan harus di tanda
tanganioleh Majlis Hakim dan panitra pengganti yang bersangkutan.
- Putusa dijilit rapid an disiapkan
salinannya.
- Kata SALINAN dalam salinan putusan
ditulis pada sudut kiri atas halaman pertama.pada lembar terakhir, dengan
posisi pada sebelah kanan dari rincianbiaya perkara di tulis sebagai berikut:
Untuk
salinan yang sama bunyinya
Oleh :
PANITRA
MS. LANGSA……….
……………………..
(Huruf capital)
- Salinan putusan di tandatangani oleh
Panitra, dan panitra pengganti memaraf pada sebelah kanan kalimat PANITRA MAHKAMAH
SYAR’IYAH LANGSA ,sedangkan Wali panitra memaraf pada sebelah kiri.
- Setiap halaman salinan putusan
dibubuhi stempel pada kiri atas, kecuali halaman terakhir di bubuhi stempel
sebelah kiri tanda tangan panitra.
6. Pengamatan tentang
Tata Cara Proses Persidangan
Mekanisme pemeriksaan perkara perdata peradilan agama yang
di lakukan di depan sidang pengadilan secara sistemik harus beberapa tahap
berikut ini, yakni :
Pertama, Melakukan perdamaian . pada sidang
upaya perdamaian dapat timbul dari Hakim, penggugat/ tergugat atau pemohon /
termohon. Hakim harus secara aktif dan sungguh- sungguh untuk mendamaikan para
pihak .apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat
dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Namun, jika para pihak berhasil di mediasi
maka di buatlah Akta perdamaian yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk
memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka , dengan demikian
perdamaian dapat mengakhiri perkara antara pihak-pihak berlaku sebagai putusan
hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kedua, Pembacaan surat gugatan . pada
tahap ini pihak tergugat / pemohon berhak meneliti ulang apakah seluruh materi
(dalil gugat dan petitum)sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam
surat gugatan itulah yang menjadi acuan ( objek) pemeriksaan dan pemeriksaan
tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat gugatan
Ketiga, Jawaban tergugat/ termohon .
pihak tergugat/ termohon di beri kesempatan untuk membela diri dan mengajukan
segala kepentinganya terhadap penggugat / permohon melalui majelis hakim dalam
persidangan .
Keempat, Replik dari penggugat / termohon .
pengugat/pemohon dapat menegaskan kembali gugatannya /pemohonannya yang di
sangkal oleh tergugat/termohon dan juga mempertahankan dari atas
sarangan-sarangan tergugat atau termohon.
Kelima, Duplik dari tergugat/termohon.
Tergugat/ termohon menjelaskan kembali jawabannya yang di sangkal oleh
penggugat.Riplik dan Duplik dapat di ulang-ulang sehingga Hakim memandang cukup
atas Replik dan Duplik tersebut.
Keenam, Tahap pembuktian. Penggugat
/pemohomon mengajukan semua alat bukti
Untuk mendukung dalil-dalil gugat.Demikian juga tergugat /termohon mengajukan
alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya)Masing-masing pihak berhak
menilai alat bukti pihak lawan.
Ketujuh, Tahap kesimpulan . masing-masing
pihak baik penggugat /pemohon maupun tergugat /termohon mengajukan pendapat
akhir tentang hasil pemeriksaan.
Kedelapan, Tahap putusan. Hakim menyampaikan
segala pendapat nya tentang perkara itu dan menyimpul kannya dalam amar
putusan, sebagai akhir persengketaan.
BAB IV
ANALISA
1. Pengamatan tentang
proses pendaftaran perkara
Pada dasarnya gugatan atau
permohonan dibuat tertulis oleh penggugat atau oleh pemohon atau oleh kuasa
sahnya. Tapi dari hasil pengamatan, ternyata ada beberapa penggugat atau
pemohon yang tidak bisa menulis (maksudnya buta huruf) maka gugatan atau
permohonan bisa diajukan secara lisan.
Kalau diajukan secara lisan maka Panitera atas nama Ketua Mahkamah Syar’iyah
membuat catatan yang diterangkan oleh penggugat atau pemohon kepadanya, yang
disebut “catatan gugat atau catatan permohonan”. Catatan gugat atau catatan
permohonan ini, setelah dibuat lalu dibacakan kembali agar penggugat atau
pemohon yang buta huruf itu mengerti isinya. Setelah ia paham dan sependapat
maka dibubuhkanlah cap jempol dengan legalisasi (penegasan cap jempol) oleh
Panitera.
Dalam praktik, bukan hanya orang yang buta huruf yang tidak bisa menulis
gugatan atau permohonan. Orang terpelajar sekalipun, belum tentu ia bisa
membuat surat gugatan atau permohonan secara benar, sebab bukan bidangnya.
Mereka yang seperti ini tidak masuk dalam kategori “tidak dapat menulis”,
mereka hanya tidak bisa membuatnya.
Mereka yang seperti ini, biasanya mengutarakan maksudnya kepada Petugas
Mahkamah Syar’iyah, atas dasar itu ia minta tolong, dibuatkan gugatan atau
permohonan baginya, setelah itu surat gugatan atau permohonan tadi ia tanda
tangani. Karena pembuatan gugatan atau permohonan itu adalah tugas penggugat
atau pemohon itu sendiri (kecuali bagi mereka yang buta huruf) maka pembuatan
gugatan atau permohonan seperti itu terserah apakah Petugas Mahkamah Syar’iyah
tidak berkeberatan menolongnya. Menurut penulis, adalah lebih baik Petugas
Mahkamah Syar’iyah menahan diri, sebab hal itu bisa bahkan besar kemungkinan
akan merusak citra Mahkamah Syar’iyah itu sendiri, apalagi kalau penggugat atau
pemohon menganggap bahwa pembuatan dimaksud termasuk tugas Mahkamah
Syar’iyah.
Berdasarkan hasil pengamatan kami,
penggugat atau pemohon yang meminta tolong untuk dibuatkan surat gugatan atau
surat permohonan kepada Petugas Mahkamah Syar’iyah harus membayarkan sejumlah
uang sebanyak Rp.30.000 , dengan rincian biaya Rp.10.000 untuk upah jasa
pengetikan, Rp. 10.000 untuk biaya ATK, Rp.10.000 untuk biaya gaji pegawai
honor.
Setelah surat gugatan selesai dan di masukkan ke meja I, lalu meja I akan
menafsirkan panjar biaya perkara lalu Penggugat atau Pemohon datang ke kasir
dan kemudian dibayar ke Bank dan bukti pembayaran tersebut nantinya harus
diserahkan sebagai bukti pembayaran , namun sebagian Penggugat atau Pemohon
menitipkan untuk membayarkan biaya tafsiran perkara mereka kepada Meja I,
mereka tidak langsung datang ke Bank untuk membayarkannya. Menurut Penulis, hal
ini dapat merusak citra Mahkamah Syar’iyah itu sendiri di mata masyarakat.
2. Pengamatan tentang tata cara pembuatan berita acara persidangan
Berita acara persidangan adalah akta
autentik, dibuat oleh pejabat resmi yang berwenang, beirisi tentang proses
pemeriksaan perkara dalam persidangan yang dijadikan pedoman hakim dalam
menyusun putusan. Berita acara persidangan ditandatangani oleh Panitera yang
mengikuti sidang dan Ketua Majelis Hakim.
Untuk tiap – tiap perkara Panitera harus membuat berita acara yang
terpisah-pisah, selain dari apa yang terjadi dalam persidangan maka disebut
juga dalam berita acara . Berita acara itu ditandatangani oleh Ketua dan
Panitera. Jika ketua tidak dapat menandatangani putusan atau berita acara, maka
hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam pemeriksaan itu yang pangkatnya
di bawah pangkat Ketua. Jika panitera tidak dapat menandatangani putusan atau
berita acara maka hal itu harus disebutkan dengan jelas dalam putusan atau
berita acara itu.
Adapun
fungsinya adalah sebagai dasar dan pedoman hakim dalam menyusun putusan,
sebagai bukti tanggung jawab Panitera Pengganti, baik terhadap Majelis Hakim
maupun terhadap Panitera yang menugaskan, berita acara persidangan yang telah
menjadi satu bundle perkara adalah sebagai dokumentasi informasi dan sebagai
salah satu sumber ilmu pengetahuan dan penelitian untuk suatu penulisan ilmiah
tentang hukum, dalam pemeriksaan tingkat banding merupakan alat utama selain
salinan putusan yang diperiksa oleh hakim dalam rangka menemukan hukum.
3.
Pengamatan tentang Adminidtrasi Pembuatan Surat Gugatan
Berdasarkan hasil analisa kami
bahwa, proses Pembuatan surat gugatan sudah sesuai dengan peraturan-peraturan
yang berlaku, namun ada beberapa hal yang masih ada kejanggalan yaitu dalam
pembuatan surat gugatan yang seharusnya surat gugatan itu di buat sendiri oleh
pihak yang akan mengajukan perkara atau advokad, tetapi yang di dapat dalam
pengamatan kami, bahwa yang membuat gugatan tersebut adalah para petugas di
Mahkamah Syar’iyah tersebut, yang seharusnya seluruh petugas di Mahkamah
Syar’iyah tersebut tidak boleh membuat surat gugatan,hal ini kurang sesuai
dengan peraturan sebenarnya.
Dalam beberapa posita yang kami jumpai ada yang tidak secara
jelas di sebutkan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang timbul hingga
terjadi adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat sampai ia
mengajukan tuntutan hak kepada Mahkamah Syar’iyah, yang seharusnya posita
tersebut harus dijelaskan tentang rangkaian kejadian atau peristiwa dari
awal-awal kejadian sampai kejadian terakhir dan sebab-sebabnya yang sangat
jelas.
Didalam prakteknya Mahkamah Syar’iyah Langsa, selama ini
juga apabila ada orang yang buta huruf maka akan di hadapkan kepada Ketua
Mahkamah Syar’iyah Langsa atau hakim yang di tunjuk dan orang yang buta huruf
tersebut mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa
atau hakim yang di tunjuk untuk mencatat gugatan itu.
4.
Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Keputusan
Menurut yang saya amati, Putusan itu
suatu yang di hasilkan setelah adanya proses pemeriksaan dan penyelesaian
terhadap sebuah perkara di Pengadilan di Mahkamah Syar’iyah.
Seharusnya Proses pembuatan putusan ini di dasarkan kepada apa yang terjadi di
dalam persidangan .Membuat Putusan itu harus di konsep oleh salah satu dari ke
3 Majlis Hakim yang memeriksa sebuah perkara.dan terhadap putusan ini apabila
belum mencapai batas waktu yang telah di tentukan maka keputusan ini belum
berkekuatan Hukum tetap.
Dan juga terhadap putusan di tingkat pertama (1),dapat di upayakan upaya
pembanding ,apabila salah satu pihak merasa di rugikan /kalah dalam perkara
tersebut.
Sebuah putusan memuat di antaranya;Indentitas para pihak,yang terdiri didalam
nya Nama, umur,agama, pekerjaan,pendidikan terakhir beserta tempat
tinggal.Tentang duduk perkara, yang di dalamnya memuat kapan permohonan atau
gugatan yang di ajukan serta apa isi dari surat permohonan/surat gugatan
tersebut,selain itu didalam tentang duduk perkara juga tercantum proses
persidangan serta alat-alat bukti yang di ajukan oleh ke2 blah pihak baik
bukti otentik maupun alat bukti biasa.
Dan juga dilihat dari segi tentang Hukum nya, itu memuat tentang proses
perdamaian /mediasi yang di lakukan oleh seseorang yang di tunjuk para pihak
itu sebagai mediator dalam perkara tersebut dan juga memuat tentang keterangan
saksi yang juga di ajukan oleh ke 2 belah pihak dalam persidangan.
Selain itu juga dalam penyusunan tentang hukum nya juga harus terdapat fakta
yang terjadi di dalam persidangan dan pasal yang menyangkut tentang perkara
tersebut.
Mengadili ,memuat tentang hasil akhir terhadap sebuah perkara yang berisi
apakah perkara tersebut di kabulkan /tidak di kabulkan,apakah para pihak hadir
/tidak hadir dalam persidangan,memerintahkan panitra untuk mengirimkan sehelai
salinan kepada KUA, yang yang mengetahui tempat tinggal para pihak serta memuat
tentang besarnya biaya yang timbul dalam perkara tersebut.
Pada proses akhir buatan putusan di cantumkan kapan perkara tersebut
putus,siapa-siapa yang menjadi Hakim,dan panitra pengganti dalam proses
penyelesaian perkara tersebut serta penanda tanganan putusan oleh majlis hakim
dan Panitra pengganti.
5.
Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan
Berdasarkan analisa penulis, tahapan
proses persidangan di Mahkamah Syar’iyah telah sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Namun, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan proses acara
persidangan yakni setiap perkara yang akan disidangkan seharusnya dibuka dahulu
dan ditanya identitas para pihak masing-masing, namun pada majelis yang
tersusun dari ketua majelis yakni Drs.Amrullah, hakim anggota yakni Drs.Samin
dan Drs. A.Aziz, SH, majelis tersebut langsung memproses perkara yang
disidangkan tanpa membuka mejalis persidangan tersebut dan menanyakan identitas
para pihak terlebih dahulu. Begitu juga dalam menutup persidangan majelis hakim
langsung mengetuk palu tanpa menutup terlebih dahulu persidangan. Kemungkinan
analisa penulis hal tersebut disebabkan majelis hakim ingin mempersingkat waktu
dikarenakan jumlah perkara masih banyak yang harus disidangkan dikarenakan
adanya kebijakan dari Mahkamah Syar’iyah untuk membuat proses persidangan hanya
3 (tiga) kali dalam seminggu, yakni hanya hari senin, selasa, dan rabu.
Sehingga singkatnya waktu harus disesuaikan dengan jumlah perkara yang banyak.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, para
peserta Praktek Pengalaman Lapangan di Mahkamah Syar’iyah telah terjun langsung
ke lapangan dan banyak mengambil beberapa pengalaman yang sangat berharga dan
melakukan beberapa pengamatan yakni :
1.
Pengamatan tentang pendaftaran
perkara
2.
Pengamatan tentang tata cara
pembuatan gugatan
3.
Pengamatan tentang administrasi
pembuatan surat gugatan
4.
Pengamatan tentang administrasi
pembuatan surat putusan
5.
Pengamatan tentang tata cara proses
persidangan
Dan sekaligus beberapa analisa pada masing-masing pengamatan tersebut
berdasarkan hasil pemikiran para peserta praktek pengalaman lapangan sendiri.
B. Saran-saran
Disarankan kepada Jurusan untuk
pembekalan On Job Training selanjutnya diberikan waktu yang lebih lama sehingga
pembekalan yang diberikan lebih banyak dan mahasiswa lebih banyak menerima dan
mengantongi beberapa pembekalan untuk terjun ke lapangan.
Dalam hal pembuatan gugatan lebih baik Petugas Mahkamah Syar’iyah dapat menahan
diri, sebab hal itu bisa bahkan besar kemungkinan akan merusak citra Mahkamah
Syar’iyah itu sendiri, apalagi kalau penggugat atau pemohon menganggap bahwa
pembuatan dimaksud termasuk tugas Mahkamah Syar’iyah.
Dari hasil pengamatan, disarankan Mahkamah Syar’iyah untuk tidak menerima uang
titipan panjar perkara dari para pihak yang berperkara untuk dibayarkan ke Bank
dikarenakan hal ini juga dapat merusak citra Mahkamah Syar’iyah, dan lebih
menekan para pihak untuk membayar uang panjar perkara tersebut langsung ke
Bank.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Aminah
Tempat/Tanggal Lahir : P.Berandan,
25 Juli 1989
Agama
: Islam
Status
perkawinan :
Belum Kawin
Alamat
: Jl. Ahmad Yani Gg. Seni Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa
Nama Orang Tua
a.
Ayah
: Ahmad Basri
b.
Ibu
: Alinur
c. Pekerjaan
: Wiraswasta
Jenjang Pendidikan
a.
SD
: SD Negeri VIII P.Berandan SUMUT, lulus tahun 2001
b.
SLTP
: SLTP Dharma Patra YKPP UP-I P.Berandan SUMUT, lulus tahun 2004
c.
SLTA
: SMA Dharma Patra P.Berandan SUMUT, lulus tahun 2007
d. Perguruan Tinggi : STAIN Zawiyah
Cot Kala Langsa Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwalul Asy-Syakhsiyah sampai
sekarang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan
sebenar-benarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar