Selasa, 25 September 2012

laporan PPL di PA (PENGADILAN AGAMA)


Hamdani SETIA WS

Laporan PPL di Mahkamah Syar'iyah

KATA PENGANTAR



            Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah mencurahkan segala niat dan rahmat-Nya serta ilmu kepada kita dalam rangka melaksanakan segala aktifitas untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya.
            Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa, penulis telah dapat menyelesaikan sebuah laporan on job training yang dilaksanakan di Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa yang dimulai pada tanggal 07 Juli 2011 sampai tanggal 20 Agustus 2011.
            Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, terutama sekali kepada keluarga tercinta, teman-teman seperkuliahan, dosen-dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, bapak Sulaiman Nur selaku Datok Kampong Paya Baru beserta semua perangkat kampong paya baru, semoga Allah SWT membalas segala amal baik mereka dengan balasan yang setimpal.
            Akhirnya penulis berharap kritikan, sumbangan pikiran serta saran dari pembaca demi kesempurnaan proposal ini agar berguna bagi dunia pendidikan.

                                                                                                Langsa, 20 Agustus  2011
                                                                                               Penulis
                                                                                               

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

                                                                                                                                           
BAB I            Pendahuluan
                       A.  Latar Belakang                                                                                      
                       B.  Ruang Lingkup                                                                                     
                     C.  Tujuan dan Manfaat                                                                                   

BAB II           Pembekalan
A.  Materi Pembekalan
                       B.  Analisa Materi Pembekalan

BAB III         Pengamatan
                       A.  Lapangan (tempat) Parktik Pangalaman Lapangan
                             1.   Nama Instansi, Alamat dan Sejarah Berdirinya
                             2.   Visi dan Misi
                             3.   Struktur Organisasi
                             4.   Tugas dan Wewenang Mahkamah Syar’iyah Langsa
                              5.  Kepaniteraan / Kesekretariatan
                       B. Hasil Pengamatan Prodi Ahwal Asy-syakhsiyah di Mahkamah Syar’iyah
                             1.   Pengamatan tentang Proses Pendaftaran Perkara
                             2.   Pengamatan tentang Tata Cara Pembuatan Berita Acara Persidangan
                             3 .  Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Gugatan
                             4.   Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Putusan
                             5.   Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan

BAB IV         ANALISA
                       1.   Pengamatan tentang Proses Pendaftaran Perkara
                       2.   Pengamatan tentang Tata Cara Pembuatan Berita Acara Persidangan
                       3 .  Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Gugatan
                       4.   Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Putusan
                       5.   Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan                      

BAB V          PENUTUP
                       A.  Kesimpulan
                       B.  Saran-saran

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP


















BAB  I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

               On Job Training yang isingkat dengan OJT adalah kegiatan akademik yang dilaksanakan oleh mahasiswa dalam jangka waktu dan alokasi tertentu yang diteteapkan dengan prinsi belajar berkelanjutan yang memberikan makna langsung kepada mahasiswa.
               Hal ini berdasarkan dasar pemikiran :
1.            Keputusan Menteri Agama RI No,. 383 tahun 1997 tentang kurikulum IAIN/STAIN.
2.            On Job Training merupakan kegiatan akademik terstruktur tetai dilakukan diluar kelas.
3.            Pendidikan On Job Training (OJT) di STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa bersifat Akademik, bukan professional/ketrampilan murni.

Dengan adanya On Job Training mahasiswa dapat secara langsung melihat sendiri praktek dilapangan baik itu memberikan pengalaman praktis pada Mahasiswa tentang proses peradilan dari mulai penerimaan, pemeriksaan dan penyelesaiaan perkara. Serta memberikan bekal keterampilan bagi Mahasiswa dalam permuatan kelengkapan administrasi peradilan dan seluruh kelengkapan ligitasi yang berhubungan dengan perkara-perkara yang diajukan ke Mahkamah Syar’iyah Langsa. Dan dapat membandingkannya dengan teori yang pernah didapatkan dibangku perkuliahan sebelumnya.





B. Ruang Lingkup
                  Ruang Lingkup On Job Training (OJT) mencakup 2 bidang, yaitu:
1.            Melaksanakan kegiatan professional dilapangan tentang proses peradilan mulai dari penerimaan dan pendaftaran perkara, pemeriksaan, dan penyelesaian yang merupakan implementasi dari teori yang didapatkan di kampus.
2.            Melaksanakan administrasi peradilan dan seluruh kelengkapan ligitasi yang berhubungan dengan perkara-perkara yang diajukan di Mahkamah Syar’iyah Langsa.

C. Tujuan
1.      Melatih mahasiswa untuk menangani dan memecahkan berbagai problem profesi bidang akademik yang ditekuni.
2.      Membangkitkan rasa memiliki dan meningkatkan penghayatan terhadap lembaga-lembaga profesi dan instansi terkait.
3.      Meningkatkan kualitas calon tenaga professional di bidang hukum islam, professional dan keilmuan.
4.      Mengembangkan wawasan dan ketrampilan tentang bidang profesi hukum islam, keilmuwan dan penelitian.














BAB II
PEMBEKALAN


A.    Materi Pembekalan

                  Pada hari jum’at tanggal 08 April 2011 jam 09.30-11.00 WIB, Pembukaan On Job Training dan dinyatakan sah oleh Ketua STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yakni Bapak DR.H.Zulkarnaini, MA. Beliau membuka acara pembukaan tersebut sekaligus mengesahkan kegiatan On Job Training serta memberikan beberapa materi tentang kebijakan pimpinan STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa tentang PPL pada jurusan syari’ah. Beliau menjelaskan bahwa, setiap mahasiswa harus menjaga hubungan koordinasi dan korelasi dengan instansi terkait, menjaga etika dan tata tertib yakni harus disiplin berdasarkan peraturan yang ada pada instansi terkait. Dapat membandingkan antara teori dan penerapannya di lapangan, serta kegiatan PPL tersebut dapat membuka celah untuk mendapatkan pekerjaan dengan instansi tersebut.

                  Materi selanjutnya dilanjutkan oleh Bapak Drs. Zainuddin, MA, selaku pembantu ketua bidang kemahasiswaan STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa. Materi yang beliau berikan tentang etika akademik mahasiswa peserta PPL, beliau menjelaskan bahwa etika berasal dari kata “ethos” yakni karakter atau perwatakan dan kepribadian atau panduan bertingkah laku. Etika ini merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan On Job Training, hubungan etika kerja professional dengan kehidupan adalah untuk mengendalikan tingkah laku para ahli professional dalam melaksanakan tugas keprofesionalan mereka. Ciri-ciri etika adalah:
·  Bersungguh-sungguh, tidak mudah menyerah dan harus disiplin
·  Sikap inisiatif
·  Niat
·  Bertanggung jawab kepada masyarakat
·  Amanah dalam bekerja
·  Komitmen terhadap kerja , merupakan kunci keberhasilan
·  Akhlak, merupakan kunci pembentuk etika kerja professional
·  Selalu bersyukur
·  Pengaturan waktu
·  Menilai diri

                  Lalu dilanjutkan oleh pemateri yang diberikan oleh Bapak H.M. Suhaili Sufyan, Lc., MA selaku ketua jurusan syari’ah, materi yang diberikan tentang kompetensi mahasiswa jurusan syari’ah pasca PPL, beliau menjelaskna bahwa, didalam melaksanakan kegiatan On Job Training di masing-masing instansi, mahasiswa harus memiliki kompetensi dalam :
·  Mengatur kondisi, permasalahan yang muncul dan melakukan perencanaa
·  Merasakan suasana kerja sesuai prodi
·  Mengasah dan menguji teori sebelumnya yang idapatnya pada saat bangku perkuliahan.
·  Bekerja secara tim, meskipun laporannya ada yang bersifat individu dan juga harus menumbuhkan sikap kepemimpinan (leadership)
·  Merasa memiliki terhadap pekerjaan, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap instansi terkait.

                  Pada hari sabtu, tanggal 09 April 2011, pukul 09.10-10.00, Bapak Drs.Fachruddin Nasution, S.H selaku wakil ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa, memberikan materi tentang manajemen administrasi pada Mahkamah Syar’iyah Langsa. Beliau menjelaskan bahwa, manajemen administrasi itu terbagi dua yakni administrasi umum, dan administrasi perkara.        Berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tugas pokok dan kewenangan Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya diantara orang yang beragama Islam dibidang :Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syariah.
                  Kewenangan Mahkamah Syar’iyah diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syar’iat Islam pasal 49 yaitu :
                  Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang :
      a.   Ahwa Asy-Syakhsiyah
                  Meliputi beberapa jenis perkara seperti Izin poligami, izin menikah (dibawah umur) wali adhol, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, pengesahan perkawinan, perkawinan campuran, harta bersama, cerai talak, cerai gugat, keabsahan anak, hadhanah dll.
      b.   Muamalah
      c.   Jinayah                 
1.   Tentang Minuman dan Khamar dan sejenisnya ( Qanun Prov. NAD. No.12 Tahun 2003 ).
2.   Tentang Maisir atau Perjudian ( Qanun Prov. NAD. No. 13 Tahun 2003)
3.   Tentang Khalwat atau Mesum ( Qanun Prov. NAD. No.14 Tahun 2003)
4.   Tentang Peanggaran dibidang zakat ( Qanun Prov. NAD. No. 7 Tahun 2004)
5.   Tentang penyebaran ajaran sesat ( Qanun Prov. NAD. No. 11 Tahun 2002)
           
         Pada hari sabtu, tanggal 09 April 2011, pukul 10.00-11.30, Bapak Drs. Nawawi Marhaban selaku Ketua Prodi Ahwal Asy-syakhsiyah memberikan materi tentang objek kajian PPL jurusan syari’ah, dia lebih menitik beratkan pembahasan ke wilayah PPL di KUA, dimana saat mahasiswa yang akan bekerja di Kantor Urusan Agama diharapkan harus mengetahui dan mempraktekkan sendiri tentang beberapa pekerjaan yang biasanya dilakukan di KUA seperti pembekalan untuk calon pengantin yakni member beberapa nasehat untuk calon pengantin yang akan menikah, memberi penjelasan kepada calon pengantin tentang hak dan kewajiban suami isteri, kemudian dapat memeriksa langsung wali pernikahan, tentang keabshannya sebagai wali.
           
         Pada hari sabtu, tanggal 09 April 2011, pukul 14.00-15.30, Bapak Ismail Fahmi Arrauf, MA, selaku sekretaris jurusan syari’ah, memberikan beberapa materi tentang tekni pelaporan PPL. Dia menjelaskan bahwa, akhir dari kegiatan PPL setiap harus membuat laporan PPL yang terdiri atas dua macam yakni laporan individual yakni laporan tertulis terhadap kegiatan yang dilakukan bersifat personal dan laporan kolektif yakni laporan tertulis yang dilakukan secara bersama-sama tentang rekapitulasi selama PPL. Laporan kolektif lembar pertama diawali dengan  halaman depan (cover), lalu lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi berupa beberapa Bab dan sub bagian sebagai berikut:
      Bab I. Pendahuluan
                  a. Latar belakang
                  b. Ruang Lingkup
                  c. Tujuan dan manfaat
      Bab II. Pembekalan
                  a. Materi pembekalan
                  b. Analisa materi pembekalan
      Bab III. Pengamatan
                  A. Lapangan praktik PPL
                       a. Nama instansi, alamat dan sejarah berdirinya
                       b. Struktur organisasi
                       c. Wewenang, tugas pokok dan fungsinya
                  B. Hasil Pengamatan
      Bab IV. Analisis hasil pengamatan
      Bab V. Penutup
    
                  Sedangkan laporan individu, beliau menjelaskan tentang cara pembuatannya yakni sebagai berikut :
    
No.
Hari/Tanggal
Waktu
Jenis Kegiatan
Keterangan


    
         Pada hari sabtu, tanggal 09 April 2011, pukul 16.00-17.00, Bapak Drs.Basri Ibrahim selaku pembantu ketua bidang akademik, memberikan materi tentang tinjauan akademik antara hubungan koordinasi mahasiswa , supervisor dan subtansi lingkungan PPL. Dia menjelaskan bahwa peserta PPL menjaga hubungan koordinasi dengan supervisor dan subtansi terkait dimana agar hubungan koordinasi tersebut sukses maka harus diawali dengan komunikasi dan korelasi yangbaik serta silaturahim yang baik, mahasiswa juga harus mengetahui dahulu antara hak dan kewajiban masing-masing, saling mengenal potensi diri masing-masing sesuai professional, saling mengerti potensi masing-masing, saling menjaga etika dan tata tertib yakni disiplin yang diatur suatu instansi terkait, membandingkan antara teori dan penerapannya di lapangan, beliau menyimpulkan bahwa semakin baik hubungan koordinasi maka semakin baik pula PPL tersebut.

B. Analisa Materi Pembekalan

                  Secara keseluruhan pemateri dapat disimpulkan bahwa setiap peserta PPL harus mengetahui dahulu antara hak dan kewajiban, saling mengenal potensi diri masing-masing sesuai professional, saling mengerti potensi masing-masing, saling menjaga etika dan tata tertib yakni disiplin yang diatur suatu instansi terkait, membandingkan antara teori dan penerapannya di lapangan.
Bersungguh-sungguh, tidak mudah menyerah, harus disiplin, sikap inisiatif, bertanggung jawab kepada masyarakat, amanah dalam bekerja, komitmen terhadap kerja, menjaga akhlak, professional dalam bekerja merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan On Job Training.
Meskipun waktu pembekalan yang relatif sangat singkat yakni hanya 2 hari, namun inti sari dari pembekalan tersebut sekiranya sudah tersampaikan kepada para peserta PPL. Diharapkan untuk kedepan pembekalan selanjutnya dilakukan lebih lama agar peserta PPL dapat lebih siap untuk terjun kelapangan.


BAB III
PENGAMATAN


      A. Lapangan (tempat) Praktik Pengalaman Lapangan
            1.   Nama Instansi, Alamat dan Sejarah Berdirinya
                  Nama Instansi         : Mahkamah Syar’iyah Langsa
                  Alamat                     :  Jln. Prof.A. Majid, Langsa Kode Pos 24413
                                                      Telp (0641) 21507
                  Sejarah Berdirinya :
                  Di era reformasi, semangat dan keinginan untuk melaksanakan syariat Islam kembali menggema di kalangan rakyat Aceh, disamping tuntutan referendum yang juga disuarakan oleh sebahagian generasi muda pada waktu itu. Para Ulama dan Cendikiawan muslim semakin intensif menuntut kepada Pemerintah Pusat, agar dalam rangka mengisi keistimewaan Aceh dan mengangkat kembali martabat rakyat Aceh supaya dapat diizinkan untuk melaksanakan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan. Perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan lahirnya 2 (dua) Undangundang yang sangat penting dan fundamental, yaitu:
·  Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
·  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
         Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Masyarakat Aceh menyambut lahirnya kedua Undang-Undang tersebut dengan penuh rasa syukur, sehingga selanjutnya Pemerintah Daerah bersama DPRD pada waktu itu, segera pula melahirkan beberapa Peraturan Daerah sebagai penjabaran dari kesempatan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut. sekaligus untuk mewarnai secara nyata Keistimewaan Aceh yang sudah lama dinanti-nantikan tersebut, antara lain:
·  PERDA Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU);
·  PERDA Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam;
·  PERDA Nomor 6 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
·  PERDA Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat.Pada tahun 2001 Pemerintah Pusat

Kembali mengabulkan keinginan rakyat Aceh untuk mendapatkan Otonomi Khusus melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara pada Tanggal 9 Agustus 2001. lahirnya Undang-undang tersebut terkait erat dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, yaitu dalam upaya membuka jalan bagi pelaksanaan Syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat di bumi Serambi Mekah.

                  Salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut adalah diberikannya peluang dan hak bagi Provinsi NAD untuk membentuk Peradilan Syariat Islam, yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar`iyah sebagai bagian dari sistem Peradilan Nasional (Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001).

                  Di bidang lainnya, untuk menyahuti kelahiran Undang-Undang tersebut secara keseluruhan, Pemerintah Daerah melalui SK Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam telah membentuk beberapa tim untuk segera menyusun Rancangan Qanun (sekitar 27 Qanun) dalam melaksanakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001. Salah satu diantaranya adalah Tim Penyusun Rancangan Qanun Syariat Islam yang dipimpin oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewa Aceh (belum berubah menjadi MPU), Dr. H. Muslim Ibrahim, M.A.
      Tim tersebut dibagi lagi kepada beberapa sub Tim antara lain:
·  Tim Rancangan Qanun tentang Mahkamah Syar`iyah, diketuai oleh Drs. H, Soufyan M. Saleh, S.H.
·  Tim Rancangan Qanun Pelaksanaan Syariat Islam di bidang ibadah dan syiar Islam, dipimpin oleh Dr. H. Muslim Ibrahim, M.A.
·  Tim Rancangan Qanun Baitul Mal dipimpin oleh Prof. Dr. H. Iskandar Usman, M.A.Tim tersebut telah menyusunRancangan Qanun Mahkamah Syar`iyah dalam waktu kurang dari 2 (dua) bulan, dan setelah melakukan expose di hadapan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam bersama Tim-Tim lainnya, akhirnya Rancangan Qanun tersebut ditetapkan dengan judul; Rancangan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam "Tentang Peradilan Syariat Islam", yang terdiri dari 7 Bab dan 60 Pasal. Setelah disempurnakan, Rancangan Qanun diserahkan kepada Gubernur c/q. Biro Hukum untuk diteruskan ke DPRD Nanggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya pada tanggal 19 November 2001 GubernurProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyampaikan Rancangan Qanun Peradilan Syariat Islam tersebut bersamaRancangan Qanun lainnya kepada DPRD Nanggroe Aceh Darussalam.

            Sekitar bulan Maret tahun 2002 Pimpinan Mahkamah Agung Republik Indonesia menugaskan tiga orang Ketua Muda Mahkamah Agung Republik Indonesia ke Aceh, yaitu:
·  H. Suharto, S.H. - TUALA DATLIS;
·  H. Syamsuhadi, S.H., M.Hum. - TUADA ULDILAG;
·  H. Toton Suprapto, S.H. - TUADA ADAT.

            Mereka ingin mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam menindaklanjuti amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 untuk pembentukan Mahkamah Syar`iyah (Pertemuan dilaksanakan di rumah WAGUB ; Ir. H. Azwar Abubakar).Pada kesempatan lainnya, untuk menyempurnakan rumusan Rancangan Qanun tentang Peradilan Syariat Islam,Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh atas bantuan USAID, dan bekerjasama dengan Forum Keprihatinan Rakyat Aceh (FORKA), telah pula melaksanakan Semiloka di Jakarta dari tanggal 8 s/d 10 Maret.

            Selanjutnya Rancangan Qanun tersebut juga diberikan kritikan demi penyempurnaannya oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Banda Aceh, seperti Yayasan/Ukhuwah dan PPHIM. Untuk membahas Rancangan Qanun yang diajukan Gubernur tersebut, maka DPRD Nanggroe Aceh Darussalam membentuk beberapa Pansus, antara lain; Pansus XV yang diberi tugas antara lain, mendalami/membahas Rancangan Qanun Peradilan Syariat Islam. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap Pansus XV dari tanggal 2 s/d 7 September 2002 mengadakan konsultasi antara lain dengan Menkeh HAM, Menteri Agama Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan beberapa orang anggota DPR-RI asal Aceh (FORBES) di Jakarta. Selanjutnya pada tanggal 23 Oktober 2002, Tim Pemerintah Daerah Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si., mengadakan rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung RI dan departemen terkait. Rapat konsultasi yang berlangsung di Aula MA-RI dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., dengan didampingi oleh Wakil Ketua Drs. H. Taufiq, S.H. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati beberapa hal:
·  Mahkamah Agung berharap agar Mahkamah Syar`iyah di Aceh segera dapat terwujud dan dapat diresmikan pada tanggal 1 Muharram 1424 H.;
·  Pembentukan Mahkamah Syar`iyah adalah tugas eksekutif, karena itu diharapkan Mendagri dapat mengkoordinir pertemuan-pertemuan dengan Departemen terkait dan PEMDA Nanggroe Aceh Darussalam. Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut tanggal 23 Oktober 2002, Tim Pemerintah Pusat yang dikoordinir Departemen Dalam Negeri mengadakan pertemuan dengan Tim Pemda Aceh pada tanggal 27 Januari 2003. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekjen Depdagri, yaitu Ibu Dr. Ir. Siti Nurbaya. Pada pertemuan tersebut, Tim dari Pemerintah Pusat yang terdiri dari Departemen/Lembaga terkait, seperti Departemen Agama, Departemen Kehakiman dan HAM, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Hankam dll., telah berhasil merumuskan beberapa kesepakatan, antara lain:
1.      Peresmian Mahkamah Syar`iyah akan dilaksanakan di Banda Aceh pada hari Selasa, tanggal 1 Muharram 1424 H/4 Maret 2003 M;
2.      Masing-masing Departemen/Lembaga mempersiapkan diri sesuai dengan bidang kewenangannya untuk peresmian Mahkamah Syar`iyah (kelembagaan, kewenangan, pembinaan sumber daya manusia, dan lain-lain);
3.      Menjelang hari H (4 Maret 2003) perlu ada pertemuan lagi, yaitu:
4.      Tanggal 5 s/d 8 Februari 2003 Konsinyering Tim Pusat;
5.      Tanggal 17 Februari 2003 Koordinasi Tim Pusat dan Daerah;
6.      Tanggal 27 Juli s/d 28 Februari 2003 Checking terakhir.

            Pada hari Senin tanggal 24 Februari 2003, Tim Pusat dan Daerah kembali melanjutkan koordinasi di Jakarta (Departemen Dalam Negeri). Tim Pemda Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam dengan anggota; Husni Bahri Tob, S.H. (Asisten I), H. Abdussalam Poroh (Sekretaris DPRD), Prof. Dr. Alyasa Abubakar, MA (Kadis Syariat Islam), Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H. (Ketua PTA Banda Aceh), A. Hamid Zein, S.H. (Kepala Biro Hukum Kantor Gubernur NAD). Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa masalah substansi antara lain:
·  Rancangan Kepres tentang Mahkamah Syar`iyah (perubahan nama, kewenangan, dan lain-lain), akhirnya menjadi Kepres Nomor 11 Tahun 2003;
·  Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam(sayang RPP tersebut tidak sempat dibahas kerena sempitnya waktu);
·  Beberapa masalah teknis untuk acara peresmian, (prasasti, peresmian Mahkamah Syar`iyah, pelantikan Ketua,sambutan dan lain-lain).

            Pelaksanaan Peresmian Mahkamah Syar`iyah Sesuai dengan rencana semula dan melalui proses persiapan yang panjang akhirnya peresmian Mahkamah Syar`iyah dapat dilaksanakan dalam suatu upacara yang dilangsungkan pada tanggal 1 Muharram 1424 Hijriyah, dan bertepatan dengan tanggal 4 Maret 2003.


            Sebagai dasar hukum peresmian Mahkamah Syar`iyah di saat itu, adalah Kepres No. 11 Tahun 2003, yang pada hari itu dibawa langsung dari Jakarta dan dibacakan dalam upacara peresmian. Adapun isi Kepres tersebut antara lain, adalah tentang perubahan nama Pengadilan Agama mejadi Mahkamah Syar`iyah dan Pengadilan Tinggi Agama menjadi Mahkamah Syar`iyah Provinsi, dengan penambahan kewenangan yang akan dilaksanakan secara bertahap.

            Upacara peresmian dilaksanakan di Gedung DPRD Prov. NAD yang dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NAD, berserta dihadiri oleh para Menteri dan Tim dari Pusat, yaitu:
·  Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.;
·  Menteri Dalam Negeri, Dr. (HC) Hari Sabarno, S.Ip., M.M., M.A.;
·  Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH.;
·  Menteri Agama, Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, M.A.;
·  Direktur Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, H. Taufik Kamil;
·  Direktur Pembinaan Peradilan Agama, Drs. H. Wahyu Widiana, MA.;
·  Wasekjen MARI, Drs. H. Ahmad Kamil, S.H., dll.
·  Sedangkan dari daerah Kabupaten/Kota, hampir semua Bupati/Walikota hadir bersama para Muspida.

            Upacara peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti, masing-masing oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Agama Republik Indonesia.Bersamaan dengan upacara peresmian tersebut, dilaksanakan pula pengambilan sumpah dan pelantikan Ketua-ketua Mahkamah Syar`iyah dan Ketua Mahkamah Syar`iyah Provinsi NAD. Setelah upacara pelantikan para Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Syar`iyah se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi pembekalan dan sosialisasi tentang eksistensi dan kewenangan Mahkamah Syar`iyah.

          Meskipun telah diresmikan secara langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 1 Muharram 1424 H/ 4 Maret 2003, namun Mahkamah Syar`iyah masih menemukan kendala untuk melaksanakan kewenangannya, khususnya dalam bidang jinayat, dimana Kejaksaan sebagai penuntut umum belum memiliki dasar hukum untuk melakukan penuntutan ke Mahkamah Syar`iyah, karena dalam melaksanakan tugas fungsionalnya, Kejaksaan berpedoman kepada KUHAP yang antara lain telah mengatur hubungan kerja Kejaksaan dengan Peradilan Umum dalam penyelesaian perkara pidana.

            Oleh karena itulah Tim Interdep persiapan pembentukan Mahkamah Syar`iyah di pusat dan daerah mempersiapkan sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Naskah Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut yang telah diparaf oleh 9 anggota Tim dari Lembaga terkait, dan diteruskan ke Presiden oleh Menteri Dalam Negeri (Menko Polkam ad Interm) dengan suratnya tanggal 19 Februari 2004 Nomor : 180/404/SJ.

            Pada tanggal 30 Maret 2004 Tim dari Pemda NAD, masing-masing Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H., Drs. H. Sayuti Is, M.M., Prof. Dr. Alyasa Abubakar, M.A., A. Hamid Zein, S.H., Syahrul Ali, S.H., M.H., dan Anwar Efendi, S.H., sesuai dengan surat penugasan dari Gubernur NAD (tanggal 27 Maret 2004, No. 019.3/0087) mengadakan audiensi dengan Kepala Biro Hukum Sekretariat Sekretariat Negara RI yang diterima oleh Bapak Sudibyo, S.H (Direktorat Perundangundangan), Staf Ahli Mendagri dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Kabinet di Kantor Sekretariat Kabinet. Dari audiensi tersebut dijelaskan, bahwa memang benar usulan draft RPP pelaksanaan Peradilan Syari`at Islam yang diajukan ke Presiden oleh Mendagri sudah diterima di Sekretariat Kabinet. Selanjutnya, atas bantuan salah seorang staf Mendagri Tim audiensi depertemukan langsung dengan Menseskab Prof. Herman Rajagukguk, S.H., di ruang kerjanya, bahwa sehubungan dengan permasalahan tersebut beliau menjelaskan, bahwa Insya Allah beliau Akan mempelajari draft RPP tersebut dan dalam waktu dekat akan dibahas oleh Tim Tehnis terkait Tim dari Aceh nanti juga akan diikutsertakan.
Setelah beberapa bulan menunggu, ternyata belum ada realisasinya. Gubernur Provinsi NAD pada bulan Juni 2004 menyurati kembali dan menanyakan ke Presiden sejauh mana sudah proses Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut menjadi Peraturan Pemerintah (surat Gubernur selaku PDSD tanggal 28 Mei 2004 Nomor : 330/23F-PDSD/2004). Untuk itu, Sekretariat Kabinet memberikan tanggapan terhadap usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu dengan suratnya tanggal 7 Mei 2004 antara lain disampaikan sebagai berikut :
·  Tanggal 21 April 2004 telah dilakukan pertemuan di Sekretariat Kabinet yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Tim Interdep (Mahkamah Agung, Departemen Agama, Depertemen Dalam Negeri dll)
·  Disepakati oleh Tim Interdep bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut tidak diperlukan mengingat substansinya telah diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan termasuk mengenai pelaksanaan wewenang Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pada Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darusslam.
·  Kewenangan tersebut semakin jelas dengan adanya ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
            Menjawab surat Gubernur Provinsi NAD tanggal 28 Mei 2003, Sekretaris Kabinet dengan suratnya tanggal 10 Juni 2004 B.53/Waseskab/00/2004 memberikan penjelasan, yang isinya juga sesuai dengan surat penjelasan yang disampaikan Menko Bidang Politik dan Keamanan Ad Interm. Jawaban dari Sekretariat Kabinet tersebut mementahkan kembali Rancangan Peraturan Pemerintah yang sudah disusun demikian matang oleh Tim Interdep, sehingga Tim pengembangan Mahkamah Syar`iyah di Provinsi NAD kembali mengadakan rapat-rapat konsultasi terutama dengan Gubernur NAD.

            Dalam rapat yang dipimpin oleh Gubernur Ir. H. Abdullah Puteh, M. Si pada tanggal 29 Juli 2004, yang dihadiri anggota Muspida dan Dinas terkait disepakati bahwa meskipun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peradilan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Aceh Darussalam dianggap tidak diperlukan oleh Sekretariat Kabinet, namun Pemda NAD tetap harus memperjuangkan kembali agar usul Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut agar disahkan menjadi Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum bagi Kepolisian dan Kejaksaan di NAD.

            Sambil memperjuangkan Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, Pemda NAD akan mengundang ketua Mahkamah Agung RI untuk meresmikan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Syar`iyah di Nanggroe Aceh Darussalam yang sudah diresmikan satu setengah tahun yang lalu, dan acara peresmian tersebut direncanakan bersamaan dengan pembukaan PKA ke IV, yaitu tanggal 19 Agustus 2004.

            Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didampingi oleh Ketua Mahkamah Syar`iyah Provinsi, Kepala Dinas Syariat Islam dan Kepala Biro Hukum, pada tanggal 13 dan 16 Agustus 2004 mengadakan konsultasi dan menyampaikan Undangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan. Ketua Mahkamah Agung RI menyatakan pada prinsipnya dapat mengabulkan harapan dan undangan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, tapi tidak pada
tanggal 19 Agustus 2004 karena bersamaan dengan hari ulang tahun Mahkamah Agung RI.

            Dalam pertemuan konsultasi berikutnya atas undangan Pemda NAD disepakati bahwa peresmian operasional Mahkamah Syar`iyah akan dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2004 hari Senin di Banda Aceh, dengan mata acara pokok antara lain :
1.      Pembacaan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI
2.      Pembacaan Surat Keputusan Bersama Lembaga Penegak Hukum di NAD
3.      Penandatanganan Naskah Peresmian Operasionalisasi Mahkamah Syar`iyah.

            Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK Ketua Mahkamah Agung tentang pelimpahan sebagian kewenangan Peradilan Umum kepada Mahkamah Syar`iyah. Adapun naskah persemian dipersiapkan bersama-sama antara Tim Daerah dengan Tim Pusat.

            Alhamdulillah, atas izin Allah SWT pada hari senin tanggal 11 Oktober 2004 acara peresmian operasional Kewenangan Mahkamah Syar`iyah dilaksanakan di Anjong Mon Mata, yang dihadiri oleh Ulama, tokoh masyarakat, anggota DPRD tingkat I dan undangan lainnya. Dari Kabupaten/Kota hadir sebagian Bupati, Kapolres, Kajati, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Mahkamah Syar`iyah, Ketua MPU dan Kepala Dinas Syariat Islam dll.

            Dalam acara tersebut turut memberikan sambutan setelah laporan Gubernur NAD adalah Ketua Tim Interdep pembentukan Mahkamah Syar`iyah diwakili oleh (Drs. H. Syamsuhadi Irsyad, SH), wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Kapolri yang diwakili oleh Kapolda NAD dan Kepala Kejaksaan Agung yang diwakili oleh Kajati NAD, serta bimbingan pengarahan dan peresmian oleh Ketua Mahkamah Agung RI Bagir Manan, S.H.




2. Visi dan Misi

      Visi         :     Terwujudnya Mahkamah Syar’iyah yang bebas, mandiri, bermartabat dan berwibawa sebagai Peradilan Syari’at Islam dalam menegakkan hokum dan keadilan.
      Misi        : -   Memberikan pelayanan hokum bagi masyarakat dan menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara Al-Ahwa Al-Syakhsiyah, Muamalah dan Jinayah pada tingkat pertama.
                      -    Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat islami yang sadar hukum.
                      -    Memberikan nasehat dan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah yang memerlukan.

            3. Struktur Organisasi

                        Berdasarkan Pasal 26 (1 dan 3 ) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada setiap pengailan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera, dan dalam melaksanakan tugasnya panitera ibantu oleh seorang Wakil Panitera beberapa orang Panitera Muda dan beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita/Jurusita Pengganti.
                        Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, Mahkamah Agung RI telah mengatur dengan Surat Keputusan Nomor 004/SK/II/1992 tentang Struktur organisasi dan Tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Struktur organisasi di Mahkamah Syar’iyah Langsa adalah sebagai berikut :
            Ketua                                :  NIHIL
            Wakil Ketua                      :  Drs._FACHRUDDIN_NASUTION,_SH
Majelis Hakim                   :  - Drs. H. ILYAS AMIN
                                             - Drs. AMRULLAH, MH
                                             - Drs. S A M I N
                                             - Drs. A. A Z I Z, SH, MH
                                             - SAKWANAH, S.Ag. SH
Panitera / Sekretaris          : A. HADI SYAMAUN, SH
Wakil Panitera                   : N A W A W I, SH
Wakil Sekretaris                :  Drs. ANWAR FUADI
Pan.Mud Permohonan         : A. R A H M A N
Pan.Mud Gugatan             : Ir. ATHIATUN ZAKIAH, SH
Pan.Mud Hukum              :  K H A L I D A H, S.Ag
Kasub.Bag Umum            : HENDRA SAPUTRA, SH
Kasub.Bag Keuangan          :  I L Y A S, S.Ag
Kasub.Bag.Kepegawaian : INAFISAH, SH
Panitera Pengganti            : - R A S Y A D I, SH
                                            - Dra. HJ. NURUL AINI M. SALEH
            Jurusita                              :  NIHIL
Jurusita Pengganti             : - S U L A I M A N
                                            - MUHAMMAD RIJAL, A.Md

            Dengan Bagan Struktur sebagaimana terlampir.

            4. Tugas dan Wewenang Mahkamah Syar’iyah Langsa

                  Mahkamah Syar’iyah Langsa sebagai Pengailan Tingkat Pertama selain melaksanakan tugas dan kewenangan yang diatur dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2001 tentang Peradilan Syari’at Islam juga melaksanakan tugas pokok dan kewenangan Peradilan Agama.
                  Berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tugas pokok dan kewenangan Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya diantara orang yang beragama Islam dibidang :
      a.   Perkawinan
      b.   Kewarisan
      c.   Wasiat
      d.   Hibah
      e.   Wakaf
      f.    Zakat
      g.   Infaq
      h.   Shadaqah, dan
      i.    Ekonomi Syariah
                  Kewenangan Mahkamah Syar’iyah diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomoe 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syar’iat Islam pasal 49 yaitu :
                  Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang :
      a.   Ahwa Asy-Syakhsiyah
      b.   Muamalah
      c.   Jinayah
                  Mahkamah Syar’iyah Langsa merupakan Peradilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Gama (pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
                  Kewenangan Mahkamah Syar’iyah Langsa sebagai badan peradilan tingkat pertama lebih luas kewenangannya daripada Pengadilan Agama di Provinsi lain, karena Mahkamah Syar’iyah Langsa juga memiliki kewenangan menyelesaikan perkara jinayat.
                  Kendatipun tugas dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah telah bertambah, namun masih dalam batas tertentu sesuai dengan yang diatur alam Qanun Provinsi NAD. Untuk saat ini perkara Jinayat yang telah diberitahukan di Mahkamah Syar’iyah Langsa adalah :
1.   Tentang Minuman dan Khamar dan sejenisnya ( Qanun Prov. NAD. No.12 Tahun 2003 ).
2.   Tentang Maisir atau Perjudian ( Qanun Prov. NAD. No. 13 Tahun 2003)
3.   Tentang Khalwat atau Mesum ( Qanun Prov. NAD. No.14 Tahun 2003)
4.   Tentang Peanggaran dibidang zakat ( Qanun Prov. NAD. No. 7 Tahun 2004)
5.   Tentang penyebaran ajaran sesat ( Qanun Prov. NAD. No. 11 Tahun 2002)

            5. Kepaniteraan / Kesekretariatan

                  - Kepaniteraan
                  Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Lansga secara organisatoris menjadi 2 (dua) bidang yaitu :
      1.   Kesekretariatan menyangkut bidang tugas administratif birokrasi dan;
      2.   Kepaniteraan yang menyangkut bidang administratif teknis yudisial.
                  Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawahh dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa iimpin oleh seorang Panitera yang dibantu oleh seorang Wakil Paniter.
                  Adapun daam pelaksanaan tugas tersebut Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.   Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan;
2.   Pengurusan daftar perkara, administrasi perkara, administrasi keuangan perkara tingkat pertama ;
3.   Penyusun statistic perkara, dokumentasi erkara, laporan perkara, dan yurisprudensi;
4.   Penyelenggaraan pembinaan Hukum Agama dan Hisab Rukyat;
5.   Lain-lain berdasarkan perundang-undangan yang berlaku;
                  Berdasarkan pasal 26 ( 1 dan 3) Undang-undang Nomot 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada setiap pengadilan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera, dan dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti dan jurusita/jurusita pengganti.
                  Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, Mahkamah Agung RI telah mengatur dengan Surat Keputusan Nomor 004/SK/II/1992 tentang struktur organisasi dan tata kerja kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Dari struktur tersebut kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Langsa dipimpin oleh seorang Panitera yang membawahi :
      1. Wakil Panitera
      2. Panitera Muda Gugatan
      3. Panitera Muda Permohonan
      4. Panitera Muda Hukum
      5. Kelompok Fungsional Panitera Pengganti
      6. Kelompok Fungsional Jurusita/Jurusita Pengganti

- Kesekretariatan
            Kesekretariatan juga unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa. Kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah Langsa dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
            Adapun untuk melaksanakan tugas tersebut kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah Langsa mempunyai fungsi sebagai berikut :
      1.   Melaksanakan Urusan Kepegawaian
      2.   Melaksanakan Urusan Keuangan kecuali mengenai pengelolaan biaya perkara.
3.   Melaksanakan Urusan Tata Persuratan, perlengkapan rumah tangga dan perpustakaan.
                  Berdasarkan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan setiap Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariatan yang dipimpin oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan beberapa kepala sub bagian.
                  Sementara kelengkapan kesekretariatan Mahkamah Syar’iyah Langsa terdiri dari :
            1. Sekretaris
            2. Wakil Sekretaris
            3. Kepala Urusan Umum
            4. Kepala Urusan Keuangan
            5. Kepala Urusan Kepegawaian


B. Hasil Pengamatan di Mahkamah Syar’iyah Langsa

1.  Pengamatan tentang Proses Pendaftaran Perkara

1.      Pihak berperkara datang ke Mahkamah Syar’iyah dengan membawa surat gugatan atau permohonan.
2.      Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.
3.      Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Catatan :
·  Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
·  Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.
·  Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.
4.      Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).
5.      Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
6.      Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.
7.      Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
8.      Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan  Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.
9.      Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.
10.  Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
11.  Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
12.  Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.
PENDAFTARAN SELESAI
13.  Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).
2. Pengamatan tentang Tata Cara Pembuatan Berita Acara Persidangan

a)   Hal-hal formal yang harus dimuat dalam berita acara persidangan yaitu :
1)      Pengadilan yang memeriksa perkara, hari, tanggal, bulan, dan tahun sidang
2)      Identitas dan kedudukan para pihak berperkara
3)      Susunan Majelis Hakim dan Panitera/Panitera Pengganti
4)      Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum
5)      Keterangan tentang hadir atau tidak para pihak
6)      Usaha mendamaikan
7)      Pernyataan sidang tertutup untuk umum
8)      Pembacaan surat gugatan
9)      Pemeriksaan pihak-pihak
10)  Pernyataan sidang terbuka untuk umum pada waktu penundaan sidang bagi sidang yang sebelumnya dinyatakan tertutup untuk umum
11)  Penundaan sidang pada hari, tanggal, bulan, tahun, jam, dengan penjelasan perintah hadir dan/atau dipanggil lagi
12)  Pernyataan sidang diskors untuk musyawarah Majelis Hakim
13)  Pernyataan sidang dibuka atau membaca putusan
14)  Pernyataan sidang ditutup
15)  Penandatanganan oleh ketua Majelis dan Panitera/ Panitera Pengganti
  b)  Hal-hal yang berhubungan dengan materi persidangan, yaitu :
1)      Jawab menjawab
2)      Pemeriksaan alat-alat bukti
3)      Keterangan saksi ahli, apabila ada
4)      Kesimpulan, apabila dikehendaki pihak-pihak
5)      Dan sebagainya, sesuai dengan acara persidangan
  c) Bahasa
1)      Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia yang baku
2)      Apabila terjadi Tanya jawab menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia harap dijelaskan dan ditulis terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dalam hal menggunakan bahasa asing, maka perlu adanya penerjemah.
3)      Penggunaan bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa prokem, bahasa gaul, dan bahasa surat kabar sedapat mungkin dihindari.
4)      Menggunakan bahasa hukum dan kosakata yang tidak mengandung banyak arti.
  d) Susunan kalimat
1)      Berita acara persidangan dengan kalimat langsung (direct), yaitu kalimat tanya jawab langsung antara hakim dengan para pihak atau saksi.
2)      Berita acara persidangan dengan kalimat tidak langsung (Inderict), yaitu kalimat yang disusun oleh Panitera Pengganti dari tanya jawab antara hakim dengan para pihak atau saksi.
3)      Berita acara persidangan dengan bentuk direct dan Indirect, yaitu menggunakan kedua bentuk baik direct maupun indirect dalam berita acara persidangan
e)   Format
                      Format yang digunakan di Mahkamah Syar’iyah adalah Format Balok, yaitu format pengetikan dengan membagi halaman kertas menjadi dua bagian, bagian kiri untuk pertanyaan, sedangkan bagian kanan untuk jawaban.

          Jawaban
         Pertanyaan


f)   Hal – hal lain yang berkaitan dengan persidangan
-          Hal-hal yang perlu ditulis dalam catatan persidangan adalah hal-hal yang relevan saja.
-          Berita acara persidangan sudah selesai dibuat dan ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim dan Panitera/Panitera Pengganti sebelum sidang berikutnya.
-          Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan, tidak dibenarkan menghapus menggunakan tipe-ex (correction fluid) atau menindih kata-kata, tetapi harus diperbaiki dengan cara renvoi.
-          Berita acara persidangan siap diedit sebelum pertimbangan hakim disusun atau sebelum putusan diucapkan.
-          Berita acara persidangan harus dapat menjadi pedoman untuk merumuskan putusan.
3.   Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Gugatan

            Dalam pasal 118 HIR dan pasal 142 ayat (1) R.Bg. Dalam kedua pasal ini di tentukan bahwa gugatan harus diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua Mahkamah syar’iyah yang berwenang mengadili perkara tersebut.
Surat gugatan yang ditulis itu harus di tanda tangani oleh Penggugat atau para Penggugat. Jika perkara itu dilimpahkan kepada kuasa hukumnya, maka yang menandatangani surat gugatan itu adalah kuasa hukumnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan Pasal 147 ayat (1) R.Bg.Berdasarkan pasal 119 HIR dan Pasal 143 R.Bg, Ketua Pengadilan berwenang memberikan nasihat dan bantuan kepada Penggugat atau kuasanya apabila mereka kurang paham tentang seluk beluk hukum dalam mengajukan gugatan kepada Pengadilan yang berwenang. Surat gugatan dibuat haruslah bertanggal, menyebutkan dengan jelas nama Penggugat dan Tergugat, umur, agama, tempat tinggal mereka, dan kalau perlu disebutkan juga jabatan dan kedudukannya.
Surat gugatan sebaiknya diketik rapi dan di buat sendiri atau oleh kuasa, tidak perlu diberi materai. Syarat gugatan harus dibuat dalam beberapa rangkap, satu helai yang asli untuk pengadilan, satu helai untuk arsip penggugat dan di tambah sekian banyak salinan lagi untuk masing-masing Tergugat dan turut Tergugat.
Catatan :
Bagi yang menggugat buta huruf, maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada ketua Mahkamah Syar’iyah dan selanjutnya ketua pengadilan mencatat segala hal ihwal gugatan itu dalam bentuk tertulis. Jika ketua Mahkamah Syar’iyah karena sesuatu hal tidak dapat mencatat sendiri gugatan tersebut, maka ia dapat meminta seorang hakim untuk mencatat dan memformulasikan gugatan tersebut sehingga memudahkan Majelis Hakim untuk memeriksanya.
Sebagaimana  telah dikemukakan pada poin terdahulu, tidak ada ketentuan khusus dan persyaratan tertentu tentang cara menyusun dan membuat surat gugatan. Hanya dalam Rv pasal 8 Nomor 3 menyebutkan bahwan dalam surat gugatan harus ada pokok gugatan yang meliputi :
a.       Identitas para pihak
Identitas para pihak pada umumnya meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal serta kedudukannya sebagai pihak dalam perkara yang diajukan kepada Apengadilan.
b.      Fundamentum petendi atau posita
Posita merupakan dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hokum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.
Posita terdiri dari :
                                i.            Bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga ia mengajukangugatan kepada pengadilan, bagian ini juga merupakan penjelasan tentang duduknya perkara sehingga yang bersangkutan menderita kerrugian dan bermaksud menuntut haknya kepada Pengadilan. Bagian ini di sebut feitelijke gronden.
                              ii.            Bagian yang menguraikan tentang hukumnya dan tentang adanya hak atau hubungan hokum yang menjadi dasar yuridis dari pada tuntutan. Bagian ini disebut rechtelijke gronden
Secara garis besar dalam posita harus memuat antara lain :
                                i.            Objek Perkara yaitu mengenai hal apa gugatan itu di ajukan, apakah menyangkut sengketa kewarisan, sengketa perkawinan, perbuatan melawan hukum, sengketa cidera janji dan sebagainya. Objek sengketa merupakan hal yang sangat penting dalam surat gugatan oleh karena itu harus di uraikan secara jelas dan rinci
                              ii.            Fakta –fakta hukum, yaitu hal-hal yang menyebabkan timbulnya sengketa sehingga  penggugat menderita rugi dean perlu diselesaikan melalui pengadilan.
                            iii.            Kualifikasi perbuatan Tergugat yaitu suatu perumusan mengenai perbuatan materil maupun moral dari Tergugat yang dapat berupa perbuatan melawan hukum, perselisihan dalam perkawinan dan lain-lain.
c.       Petitum dan Tuntutan
Dalam pasal 8 Nomor 3 B.Rv. disebutkan bahwa petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Tuntutan ini akan terjawab didalam amar putusan. Oleh karena itu petitum ini harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat sebab tuntutan yang tidak jelas maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau ditolaknya tuntutan tersebut oleh hakim. Disamping itu petitum harus berdasarkan hukundan harus pula di dukung oleh posita.

        
4.   Pengamatan tentang administrasi pembuatan surat keputusan
        
Sesuai dengan Ketentuan pasal178 HIR,Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai ,Majlis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk menganbil putusan yang akan di jatuhkan.Proses pemeriksaan di anggap selesai ,apabila telah menempuh tahap jawaban dari tergugat sesuaipasal 121 HIR ,pasal 113 Rv,yang di barengi dengan replik dari penggugat berdasarkan pasal 115 Rv,maupun Duplik dari tergugat, dan di lanjutkan denga proses tahap pembuktian dan Konklusi .jika semua tahap ini sudah tuntas di selesaikan,Majlis menyatakan pemeriksaan di tutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau mengucapkan putusan .mendahului pengucapan putusan itulah tahap Musyawarah bagi majlis untuk menentukan putusan apa yang hendak di jatuhkan kepada pihak yang berperkara .
Perlu di perjelaskan bahwa yang di maksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama. Dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara Di PN,di ambilnya suatu putusan oleh Hakim yang berisi penyelesaian perkara yang di sengketakan. Berdasarkan putusan itu ,di tentukan dengan pasti Hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang di sengketakan.

1.      Teknik pengetikan putusan .

Teknik pengetikan putusan dapat dijelaskan sebagai berikut;
-          Kertas yang di gunakan pada umum nya adalah kertas ukura folio,tetapi dalam lingkungan Peradilan Agama khusus nya Jawa Timur telah di sepakati menggunakan kertas ukuran kuarto.
-          Margin kiri 5,5 cm atau ¼ bagian halaman disisakan sebagai catatan renvoi, di ketik 2 spasi, dan setiap halaman di beri nomor di tengah utas,kecuali halaman pertama tanpa nomor.Pada era komputerisasi sekarang ini,pengetikan putusan sudah tidak menggunakan mesin tik menual lagi, maka dengan ketentuan margin dengan menyisakan ruang Renvoi yang terlalu lebar tersebut perlu di kaji ulang dengan mengingat pertimbangan efisiensi.Dengan teknologi computer, kesalahan ketik dalam putusan nyaris tidak terjadi, kalaupun ada, maka hal itu dapat segera di perbaiki. Perlu adanya koreksi putusan secara berlapis sebelum putusan tersebut di tandatangani, agar tidak sampai terjadi kesalahan baik dalam penulisan maupun subtansi. Namun demikian, tidak berarti menghilangkan sama sekali ruang renvoi, karena yang mengetik computer itu juga seorang manusia.
-          Kata PUTUSAN ditulis dengan huruf capital, ditebalkan, berjarak satu tuts,dan posisi di tengah.
-          Penulisan Nomor:……/pdt. ……./20……./Ms. Lgs………di posisikan di tengah.
-          Penulisan  BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA , TENTANG DUDUK PERKARANYA,dan TENTANG HUKUMNYA, di tulis dengan huruf kapital dan posisi di tengah.Dalam hal penulisa kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ada yang menggunakan dengan huruf arab. Esensi yang terpenting adalah terdapat kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM yang menyatu dengan kalimat DEMI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA. Namun demikian, penulisan dengan huruf arab perlu pula di kaji ulang, karena pencantuman kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM dalam putusan itu berdasarkan Pasal 57 Ayat (2) Undang-undang No 7 Tahun 1989 dan kalimat yang tertulis dalam rumusan pasal  tersebut bunyi dan tulisannya adalah “ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.
-          Kata “MENGADILI” ,di tulis dengan huruf capital, berjarak satu tuts, dan posisi di tengah.
-          Alinia baru di mulai dengan 7 (tujuh) ketentuan dan jarak setiap baris sama dua spasi , kecuali setelah kalimat DEMI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA  di tambah dua spasi.
-          Nama para pihak di tulis huruf  capital,di mulai dengan 12 (dua belas) ketukan, di ikuti dengan identitas yang di tulis dengan huruf kecil, dan baris berikutnya, di ketik lebih masuk agar nama para pihak nampak jelas.
-          Akhir setiap halaman pada sudut kanan bawah di tulis kata yang mengawali halaman berikutnya.
-          Setiap Amar putusan di ketik  7 (tujuh) ketukan dari Margin kiri.
-          Penulisan Hakim ketua, Hakim anggota, Panitra pengganti, dan nama-nama yang bersangkutan di tulis dengan huruf capital.
-          Rincian biaya perkara di tulis pada halaman terakhir agak ke bawah.
-          Hasil ketika sebelum di tanda tangani harus di koreksi secara berlapis, baik Panitra pengganti yang telah mengetik, Ketu Majlis, dan Hakim Anggota dengan harapan agar terhindar dari kesalahan pengetikan maupun isinya.
-          Apabila terjadi kesalahan /perubahan/tambahan di lakukan dengan cara renvoi , dengan kode “SC” atau “sah dic”.untuk sah coret, kode “ST”atau”sah dit.”untuk sah tambah, dan “sah dig” untuk sah di ganti, dan harus di tanda tanganioleh Majlis Hakim dan panitra pengganti yang bersangkutan.
-          Putusa dijilit rapid an disiapkan salinannya.
-          Kata SALINAN dalam salinan putusan ditulis pada sudut kiri atas halaman pertama.pada lembar terakhir, dengan posisi pada sebelah kanan dari rincianbiaya perkara di tulis sebagai berikut:

Untuk salinan yang sama bunyinya
                        Oleh  :
PANITRA MS. LANGSA……….
            ……………………..
                                                                                    (Huruf capital)
-          Salinan putusan di tandatangani oleh Panitra, dan panitra pengganti memaraf pada sebelah kanan kalimat PANITRA MAHKAMAH SYAR’IYAH LANGSA ,sedangkan Wali panitra memaraf pada sebelah kiri.
-          Setiap halaman salinan putusan dibubuhi stempel pada kiri atas, kecuali halaman terakhir di bubuhi stempel sebelah kiri tanda tangan panitra.
                                                                                               

6.   Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan

Mekanisme pemeriksaan perkara perdata peradilan agama yang di lakukan di depan sidang pengadilan secara sistemik harus beberapa tahap berikut ini, yakni :
            
Pertama, Melakukan perdamaian . pada sidang upaya perdamaian dapat timbul dari Hakim, penggugat/ tergugat atau pemohon / termohon. Hakim harus secara aktif dan sungguh- sungguh untuk mendamaikan para pihak .apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Namun, jika para pihak berhasil di mediasi maka di buatlah Akta perdamaian yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka , dengan demikian perdamaian dapat mengakhiri perkara antara pihak-pihak berlaku sebagai putusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kedua, Pembacaan surat gugatan . pada tahap ini pihak tergugat / pemohon berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugat dan petitum)sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugatan itulah yang menjadi acuan ( objek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat gugatan

Ketiga,  Jawaban tergugat/ termohon . pihak tergugat/ termohon di beri kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentinganya terhadap penggugat / permohon melalui majelis hakim dalam persidangan .

Keempat, Replik dari penggugat / termohon . pengugat/pemohon dapat menegaskan kembali gugatannya /pemohonannya yang di sangkal oleh tergugat/termohon dan juga mempertahankan dari atas sarangan-sarangan tergugat atau termohon.

Kelima, Duplik dari tergugat/termohon. Tergugat/ termohon menjelaskan kembali jawabannya yang di sangkal oleh penggugat.Riplik dan Duplik dapat di ulang-ulang sehingga Hakim memandang cukup atas Replik dan Duplik tersebut.

Keenam, Tahap pembuktian. Penggugat /pemohomon mengajukan semua alat bukti
            Untuk mendukung dalil-dalil gugat.Demikian juga tergugat /termohon mengajukan alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya)Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawan.

Ketujuh, Tahap kesimpulan . masing-masing pihak baik penggugat /pemohon maupun tergugat /termohon mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.

Kedelapan, Tahap putusan. Hakim menyampaikan segala pendapat nya tentang perkara itu  dan menyimpul kannya dalam amar putusan, sebagai akhir persengketaan.








BAB IV
ANALISA


1.   Pengamatan tentang proses pendaftaran perkara

                        Pada dasarnya gugatan atau permohonan dibuat tertulis oleh penggugat atau oleh pemohon atau oleh kuasa sahnya. Tapi dari hasil pengamatan, ternyata ada beberapa penggugat atau pemohon yang tidak bisa menulis (maksudnya buta huruf) maka gugatan atau permohonan bisa diajukan secara lisan.
                        Kalau diajukan secara lisan maka Panitera atas nama Ketua Mahkamah Syar’iyah membuat catatan yang diterangkan oleh penggugat atau pemohon kepadanya, yang disebut “catatan gugat atau catatan permohonan”. Catatan gugat atau catatan permohonan ini, setelah dibuat lalu dibacakan kembali agar penggugat atau pemohon yang buta huruf itu mengerti isinya. Setelah ia paham dan sependapat maka dibubuhkanlah cap jempol dengan legalisasi (penegasan cap jempol) oleh Panitera.
                        Dalam praktik, bukan hanya orang yang buta huruf yang tidak bisa menulis gugatan atau permohonan. Orang terpelajar sekalipun, belum tentu ia bisa membuat surat gugatan atau permohonan secara benar, sebab bukan bidangnya. Mereka yang seperti ini tidak masuk dalam kategori “tidak dapat menulis”, mereka hanya tidak bisa membuatnya.
                        Mereka yang seperti ini, biasanya mengutarakan maksudnya kepada Petugas Mahkamah Syar’iyah, atas dasar itu ia minta tolong, dibuatkan gugatan atau permohonan baginya, setelah itu surat gugatan atau permohonan tadi ia tanda tangani. Karena pembuatan gugatan atau permohonan itu adalah tugas penggugat atau pemohon itu sendiri (kecuali bagi mereka yang buta huruf) maka pembuatan gugatan atau permohonan seperti itu terserah apakah Petugas Mahkamah Syar’iyah tidak berkeberatan menolongnya. Menurut penulis, adalah lebih baik Petugas Mahkamah Syar’iyah menahan diri, sebab hal itu bisa bahkan besar kemungkinan akan merusak citra Mahkamah Syar’iyah itu sendiri, apalagi kalau penggugat atau pemohon menganggap bahwa pembuatan dimaksud termasuk tugas  Mahkamah Syar’iyah.
                 Berdasarkan hasil pengamatan kami, penggugat atau pemohon yang meminta tolong untuk dibuatkan surat gugatan atau surat permohonan kepada Petugas Mahkamah Syar’iyah harus membayarkan sejumlah uang sebanyak Rp.30.000 , dengan rincian biaya Rp.10.000 untuk upah jasa pengetikan, Rp. 10.000 untuk biaya ATK, Rp.10.000 untuk biaya gaji pegawai honor.
                 Setelah surat gugatan selesai dan di masukkan ke meja I, lalu meja I akan menafsirkan panjar biaya perkara lalu Penggugat atau Pemohon datang ke kasir dan kemudian dibayar ke Bank dan bukti pembayaran tersebut nantinya harus diserahkan sebagai bukti pembayaran , namun sebagian Penggugat atau Pemohon menitipkan untuk  membayarkan biaya tafsiran perkara mereka kepada Meja I, mereka tidak langsung datang ke Bank untuk membayarkannya. Menurut Penulis, hal ini dapat merusak citra Mahkamah Syar’iyah itu sendiri di mata masyarakat.


      2.   Pengamatan tentang tata cara pembuatan berita acara persidangan

                    Berita acara persidangan adalah akta autentik, dibuat oleh pejabat resmi yang berwenang, beirisi tentang proses pemeriksaan perkara dalam persidangan yang dijadikan pedoman hakim dalam menyusun putusan. Berita acara persidangan ditandatangani oleh Panitera yang mengikuti sidang dan Ketua Majelis Hakim.
                    Untuk tiap – tiap perkara Panitera harus membuat berita acara yang terpisah-pisah, selain dari apa yang terjadi dalam persidangan maka disebut juga dalam berita acara . Berita acara itu ditandatangani oleh Ketua dan Panitera. Jika ketua tidak dapat menandatangani putusan atau berita acara, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam pemeriksaan itu yang pangkatnya di bawah pangkat Ketua. Jika panitera tidak dapat menandatangani putusan atau berita acara maka hal itu harus disebutkan dengan jelas dalam putusan atau berita acara itu.
Adapun fungsinya adalah sebagai dasar dan pedoman hakim dalam menyusun putusan, sebagai bukti tanggung jawab Panitera Pengganti, baik terhadap Majelis Hakim maupun terhadap Panitera yang menugaskan, berita acara persidangan yang telah menjadi satu bundle perkara adalah sebagai dokumentasi informasi dan sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan dan penelitian untuk suatu penulisan ilmiah tentang hukum, dalam pemeriksaan tingkat banding merupakan alat utama selain salinan putusan yang diperiksa oleh hakim dalam rangka menemukan hukum.
3.   Pengamatan tentang Adminidtrasi Pembuatan Surat Gugatan

            Berdasarkan hasil analisa kami bahwa, proses Pembuatan surat gugatan sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, namun ada beberapa hal yang masih ada kejanggalan yaitu dalam pembuatan surat gugatan yang seharusnya surat gugatan itu di buat sendiri oleh pihak yang akan mengajukan perkara atau advokad, tetapi yang di dapat dalam pengamatan kami, bahwa yang membuat gugatan tersebut adalah para petugas di Mahkamah Syar’iyah tersebut, yang seharusnya seluruh petugas di Mahkamah Syar’iyah tersebut tidak boleh membuat surat gugatan,hal ini kurang sesuai dengan peraturan sebenarnya.
Dalam beberapa posita yang kami jumpai ada yang tidak secara jelas di sebutkan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang timbul hingga terjadi adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat sampai ia mengajukan tuntutan hak kepada Mahkamah Syar’iyah, yang seharusnya posita tersebut harus dijelaskan tentang rangkaian kejadian atau peristiwa dari awal-awal kejadian sampai kejadian terakhir dan sebab-sebabnya yang sangat jelas.
Didalam prakteknya Mahkamah Syar’iyah Langsa, selama ini juga apabila ada orang yang buta huruf maka akan di hadapkan kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa atau hakim yang di tunjuk dan orang yang buta huruf tersebut mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Langsa atau hakim yang di tunjuk untuk mencatat gugatan itu.


4.   Pengamatan tentang Administrasi Pembuatan Surat Keputusan

            Menurut yang saya amati, Putusan itu suatu yang di hasilkan setelah adanya proses pemeriksaan dan penyelesaian terhadap sebuah perkara di Pengadilan di Mahkamah Syar’iyah.
            Seharusnya Proses pembuatan putusan ini di dasarkan kepada apa yang terjadi di dalam persidangan .Membuat Putusan itu harus di konsep oleh salah satu dari ke 3 Majlis Hakim yang memeriksa sebuah perkara.dan terhadap putusan ini apabila belum mencapai batas waktu yang telah di tentukan maka keputusan ini belum berkekuatan Hukum tetap.
            Dan juga terhadap putusan di tingkat pertama (1),dapat di upayakan upaya pembanding ,apabila salah satu pihak merasa di rugikan /kalah dalam perkara tersebut.

            Sebuah putusan memuat di antaranya;Indentitas para pihak,yang terdiri didalam nya Nama, umur,agama, pekerjaan,pendidikan terakhir beserta tempat tinggal.Tentang duduk perkara, yang di dalamnya memuat kapan permohonan atau gugatan yang di ajukan serta apa isi dari surat permohonan/surat gugatan tersebut,selain itu didalam tentang duduk perkara juga tercantum proses persidangan serta alat-alat bukti yang di ajukan oleh  ke2 blah pihak baik bukti otentik maupun alat bukti biasa.
            Dan juga dilihat dari segi tentang Hukum nya, itu memuat tentang proses perdamaian /mediasi yang di lakukan oleh seseorang yang di tunjuk para pihak itu sebagai mediator dalam perkara tersebut dan juga memuat tentang keterangan saksi yang juga di ajukan oleh ke 2 belah  pihak dalam persidangan.
            Selain itu juga dalam penyusunan tentang hukum nya juga harus terdapat fakta yang terjadi di dalam persidangan dan pasal yang menyangkut tentang perkara tersebut.
            Mengadili ,memuat tentang hasil akhir terhadap sebuah perkara yang berisi apakah perkara tersebut di kabulkan /tidak di kabulkan,apakah para pihak hadir /tidak hadir dalam persidangan,memerintahkan panitra untuk mengirimkan sehelai salinan kepada KUA, yang yang mengetahui tempat tinggal para pihak serta memuat tentang besarnya biaya yang timbul dalam perkara tersebut.
            Pada proses akhir buatan putusan di cantumkan kapan perkara tersebut putus,siapa-siapa yang menjadi Hakim,dan panitra pengganti dalam proses penyelesaian perkara tersebut serta penanda tanganan putusan oleh majlis hakim dan Panitra pengganti. 

           
5.   Pengamatan tentang Tata Cara Proses Persidangan

                        Berdasarkan analisa penulis, tahapan proses persidangan di Mahkamah Syar’iyah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan proses acara persidangan yakni setiap perkara yang akan disidangkan seharusnya dibuka dahulu dan ditanya identitas para pihak masing-masing, namun pada majelis yang tersusun dari ketua majelis yakni Drs.Amrullah, hakim anggota yakni Drs.Samin dan Drs. A.Aziz, SH, majelis tersebut langsung memproses perkara yang disidangkan tanpa membuka mejalis persidangan tersebut dan menanyakan identitas para pihak terlebih dahulu. Begitu juga dalam menutup persidangan majelis hakim langsung mengetuk palu tanpa menutup terlebih dahulu persidangan. Kemungkinan analisa penulis hal tersebut disebabkan majelis hakim ingin mempersingkat waktu dikarenakan jumlah perkara masih banyak yang harus disidangkan dikarenakan adanya kebijakan dari Mahkamah Syar’iyah untuk membuat proses persidangan hanya 3 (tiga) kali dalam seminggu, yakni hanya hari senin, selasa, dan rabu. Sehingga singkatnya waktu harus disesuaikan dengan jumlah perkara yang banyak.






BAB V
KESIMPULAN



A. Kesimpulan

                        Dapat disimpulkan bahwa, para peserta Praktek Pengalaman Lapangan di Mahkamah Syar’iyah telah terjun langsung ke lapangan dan banyak mengambil beberapa pengalaman yang sangat berharga dan melakukan beberapa pengamatan yakni :
1.                  Pengamatan tentang pendaftaran perkara
2.                  Pengamatan tentang tata cara pembuatan gugatan
3.                  Pengamatan tentang administrasi pembuatan surat gugatan
4.                  Pengamatan tentang administrasi pembuatan surat putusan
5.                  Pengamatan tentang tata cara proses persidangan
                        Dan sekaligus beberapa analisa pada masing-masing pengamatan tersebut berdasarkan hasil pemikiran para peserta praktek pengalaman lapangan sendiri.

B. Saran-saran

                        Disarankan kepada Jurusan untuk pembekalan On Job Training selanjutnya diberikan waktu yang lebih lama sehingga pembekalan yang diberikan lebih banyak dan mahasiswa lebih banyak menerima dan mengantongi beberapa pembekalan untuk terjun ke lapangan.
                        Dalam hal pembuatan gugatan lebih baik Petugas Mahkamah Syar’iyah dapat menahan diri, sebab hal itu bisa bahkan besar kemungkinan akan merusak citra Mahkamah Syar’iyah itu sendiri, apalagi kalau penggugat atau pemohon menganggap bahwa pembuatan dimaksud termasuk tugas  Mahkamah Syar’iyah.
                        Dari hasil pengamatan, disarankan Mahkamah Syar’iyah untuk tidak menerima uang titipan panjar perkara dari para pihak yang berperkara untuk dibayarkan ke Bank dikarenakan hal ini juga dapat merusak citra Mahkamah Syar’iyah, dan lebih menekan para pihak untuk membayar uang panjar perkara tersebut langsung ke Bank.



DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Yang bertanda tangan di bawah ini : 
Nama                                 : Aminah
Tempat/Tanggal Lahir       : P.Berandan, 25 Juli 1989
Agama                               : Islam 
Status perkawinan             : Belum Kawin
Alamat                              : Jl. Ahmad Yani Gg. Seni Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa
Nama Orang Tua
        a. Ayah                      : Ahmad Basri
        b. Ibu                         : Alinur
        c. Pekerjaan               : Wiraswasta

Jenjang Pendidikan
a. SD                        :  SD Negeri VIII P.Berandan SUMUT, lulus tahun 2001
b. SLTP                    :  SLTP Dharma Patra YKPP UP-I P.Berandan  SUMUT, lulus tahun 2004
c. SLTA                   : SMA Dharma Patra P.Berandan SUMUT, lulus tahun 2007
d. Perguruan Tinggi : STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa Fakultas Syari’ah  Jurusan Ahwalul Asy-Syakhsiyah sampai sekarang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar